Masa Depan PG Sindanglaut Suram, Petani Diminta Tingkatkan Produksi

Masa Depan PG Sindanglaut Suram, Petani Diminta Tingkatkan Produksi

CIREBON – Para petani dan karyawan Pabrik Gula (PG) Sindanglaut kini harus bekerja keras di musim giling 2017. Mereka harus memenuhi target dari Manajemen PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) untuk giling tebu. “Manajemen menyaratkan hasil panen tebu per hektarnya minimal 800 kuintal. Angka rendeman harus delapan,” ujar Direktur Rajawali Nusantara II Cirebon, Audry H Jolly Lapian, kepada Radar, Selasa (23/5). Di lain pihak, kelanjutan PG Sindanglaut menunggu keputusan dari pemegang saham. Pasalnya, pabrik yang tingkat produksinya di bawah 4 ribu TCD dianggap tidak efisien dan layak untuk ditutup. Masalahnya, PG Sindanglaut kemampuan produksinya hanya 1.900 TCD. “Ini yang harus kita buktikan bahwa pabrik ini efisien. Ya membuktikannya supaya 1.900 TCD tapi untung, ini yang akan jadi modal kita berbicara didepan pemegang saham,” katanya. Terkait semakin kritisnya lahan tebu di wilayah kerja Rajawali Nusantara II karena alih fungsi untuk pertanian lain, Audry mengaku tidak bisa berbuat banyak. Dia pun tidak bisa memaksa petani menanam tebu. Meski demikian, di lahan yang tersedia dia percaya petani mengupayakan pencapaian 800 kuintal per hektare serta rendemennya di angka 8. “Kalau mau untung, produktivitas harus di 800 kuintal dan rendemen 8, ini pasti untung,” paparnya. Sementara itu, di tengah suramnya masa depan PG Sindanglaut, beredarnya gula rafinasi di pasaran mengancam adanya reduksi harga gula. Ketua DPC Aptri PG Sindnaglaut, Mae Azhar meminta pihak terkait untuk intens dan lebih ketat. Pasalnya dengan ditemukannya gula rafinasi dipasaran berarti ada kebocoran baik dari pengawasan impor maupun distribusinya. “Ini harus ditindak, ini gula untuk industri dan tidak untuk dijual dipasaran, harus lebih ketat lagi pengawasannya,” ungkapnya. Anggota Komisi I DPRD Propinsi Jawa Barat Bambang Mujiarto ST juga meminta manajemen PT RNI melakukan kajian lagi, sehingga opsi penutupan PG Sindanglaut tidak perlu dilakukan. Menurutnya, manajemen, petani dan karyawan harus duduk bersama untuk mencari akar masalah penutupan. Kemudian menemukan solusi yang tepat. “Mudah-mudahan tidak sampai ada penutupan, banyak dampak negatifnya,” ungkapnya. (dri)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: