DPRD Tasikmalaya Kompak Tolak Full Day School Diberlakukan

DPRD Tasikmalaya Kompak Tolak Full Day School Diberlakukan

TASIK- Penolakan terkait kebijakan Mendikbud Muhadjir Effendy memberlakukan Full Day School (FDS) tak hanya dari publik, DPRD Kota dan Kabupaten Tasikmalaya juga bersikap sama: menolak. Wakil Ketua DPRD Kota Tasikmalaya H Nurul Awalin menegaskan sejak awal FDS di Kota Tasikmalaya dianggap tidak perlu, sebab sudah menjadi kebiasaan siswa-siswi sekolah dasar, usai mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah mereka melanjutkan pelajaran keagamaan atau mengaji di sekolah diniyah. “Anak-anak di kita (Kota Tasikmalaya, red) kan selesai sekolah mengaji di diniyah. Dan, itu sudah menjadi kebiasaan turun-temurun di setiap wilayah,” tuturnya kepada Radar. Menurutnya, daripada pendidikan agama di sekolah dasar melalui FDS, sebaiknya anak-anak memanfaatkan potensi sekolah diniyah dan pesantren yang sudah melembaga. Sebab apabila pendidikan tersebut ditarik ke sekolah, tentu perlu proses. “Bukannya tidak mau ikut aturan pusat, tetapi kearifan lokal berlaku. Kita kan mayoritas muslim, jangan diganggu dengan kebijakan pusat yang seperti itu,” terangnya. Maka dari itu, dirinya menyambut baik apabila ada pihak-pihak yang hendak menolak program tersebut dan mendiskusikan dengan DPRD, sehingga diharapkan bisa memberi pengecualian kebijakan tersebut tidak diterapkan di Kota Tasik. Sebab sejauh ini peran diniyah dan pesantren sudah terlihat hasilnya, sehingga dirasa tidak perlu terapkan FDS. “Mungkin kalau di kota-kota besar yang pondok pesantrennya jarang baru, (FDS) cocok. Anak-anak sehabis bubar lebih baik belajar lagi daripada bermain. Karena di kita kan diwajibkan anak SD yang mau melanjutkan ke SMP harus kantongi sertifikat diniyah jadi tak perlu FDS,” papar politisi senior Partai Golkar ini. Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya H Achdiat Siswandi mengakui kebijakan FDS saat ini menuai penolakan di daerah. Namun, hal tersebut masih di tataran pemerintah pusat. “Kita kan perlu penyesuaian dan persiapan. Sehingga butuh proses. Sementara jalankan saja yang sudah berjalan saat ini,” ujarnya. Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Tasikmalaya Ami Fahmi ST menolak dengan tegas penerapan Full Day School di Kabupaten Tasikmalaya, karena akan mengganggu kegiatan pendidikan diniyah atau sekolah agama. Menurut Ami, diterapkannya FDS atau sekolah seharian selama delapan jam dari pukul 07.00-15.00 secara otomatis akan mengganggu kegiatan pendidikan diniuah di sekolah agama yang dilaksanakan dari pukul 14.00-17.00. ”Otomatis madrasah-madrasah diniah akan gulung tikar. Kalau sekarang waktu itu dipakai untuk sekolah formal, jadi saya tidak sepakat dengan Full Day School,” ujar Ami saat dihubungi Radar, kemarin (14/6). Full Day School ini, terang Ami, sangat tidak cocok diterapkan di Indonesia apalagi di Kabupaten Tasikmalaya yang kulturnya masih kental dengan religi atau keagamaannya. ”Kalau misalkan di Eropa atau Amerika itu bisa-bisa saja. Tapi kalau untuk di kita yang kultur keagamaannya masih kental tidak bisa diterapkan,” jelas politisi PKB ini. Komisi IV, kata dia, akan pasang badan dan memperjuangkan agar Full Day School tidak diterapkan di Kabupaten Tasikmalaya termasuk di Indonesia. Caranya? Pihaknya melakukan komunikasi politik dengan fraksi-fraksi di DPR RI agar memberikan warning kepada pemerintah pusat untuk tidak menerapkan Full Day School. ”Saya dengan tegas menolak Full Day School. Tidak bisa ada lobi-lobi lagi karena bagaimana pun nasib ribuan sekolah diniyah di Kabupaten Tasikmalaya ini yang akan menjadi korban. Pendidikan agama terhadap anak didik yang usia wajib belajar itu akan berkurang. Meskipun nanti pemerintah memasukan pendidikan agamanya ditambah ke kurikulum formal tetap tidak akan cocok,” analisanya. ”Akan tetap berbeda pola pendidikannya, antara diniyah dengan sekolah formal,” tegasnya. (igi/dik)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: