Tiap Hari Layani Pasien, Diberi Gelar Pejuang SKTM

Tiap Hari Layani Pasien, Diberi Gelar Pejuang SKTM

Nama Sarwandi di beberapa rumah sakit sudah cukup dikenal. Dia bukan seorang dokter, bukan perawat, apalagi pejabat rumah sakit. Dia warga biasa. Namanya dikenal sebagai pejuang SKTM. Gelar yang diberikan karena aktivitasnya membantu warga tak mampu mendapatkan akses kesehatan. JAMAL SUTEJA, Cirebon HANDPHONE buatan Tiongkok milik Sarwandi tiba-tiba berdering. Seseorang di balik telepon itu meminta bantuan Sarwandi karena ada keluarganya yang sakit. Kalau sudah begitu, biasanya Sarwan- panggilan akrabnya- segara menyalakan motor lalu menemui warga tersebut. Tak peduli waktu atau kondisinya yang tengah istirahat. Karena orang sakit memang harus segera ditolong. “Saya harus menemui dulu, biasanya langsung ke rumahnya untuk melihat kondisi pasen. Bukan untuk diobati, tapi saya lihat kalau butuh perawatan emergency, biasanya saya langsung bawa ke rumah sakit,\" ujar pria 51 tahun itu saat ditemui Radar Cirebon di rumahnya di Desa Tawangsari, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon, kemarin. Biasanya Sarwan juga akan menanyakan apakah sang pasien memiliki BPJS Kesehatan atau KIS (Kartu Indonesia Sehat). Apabila tidak memiliki keduanya, barulah dia menyarankan untuk membuat SKTM (surat keterangan tak mampu) agar memudahkan mendapatkan pelayanan kesehatan. Pria yang memiliki empat anak itu memang sudah membulatkan niat untuk membantu orang lain. Dalam membantu pasien, dia tak pandang bulu. Entah itu yang dikenalnya, atau orang lain yang tidak dikenalnya. Dia bantu dengan sukarela. Kalaupun toh dapat upah, dia terima tanpa memasang tarif. “Ya banyak duka daripada sukanya. Ya mungkin kalau mengharap imbalan saya sudah lama berhenti nolong,” ujarnya. Sejak tahun 1999 hingga kini dia membantu warga miskin mendapatkan akses kesehatan ke rumah-rumah sakit maupun puskesmas. Beberapa rumah sakit di Jawa Barat, Jakarta, hingga Jawa Tengah pernah dia masuki. Paling sering adalah RSUD Waled. “Saya pernah antar pasien sampai ke RS Cicendo, Hasan Sadikin, RS Cipto, sampai ke wilayah Jateng seperti Brebes, Tegal, Semarang, Solo, dan Magelang. Bahkan ada juga yang orang Lampung,\" jelasnya. Karena terlalu banyak, dia sampai lupa sudah berapa pasien yang dibantunya. Dia sendiri pernah mengumpulkan berkas-berkas KTP dan KK warga miskin yang dibantunya sampai tahun 2004. Itu dia bikin daftar pasien, sampai kepada keluhan dan sebagainya. Saat itu jumlahnya sudah mencapai 2.250 orang. \"Terus karena terlalu banyak saya gak sempat catat lagi. Ya tiap hari selalu saja ada yang telepon. Dalam satu hari biasanya ada satu sampai lima orang yang meminta bantuan,\" ujarnya. Dia juga heran, nomor handphone-nya dengan cepat menyebar kepada masyarakat sampai luar Cirebon. Rupanya, aktivitas Sarwan sebagai pejuang SKTM itu menyebar dari mulut ke mulut. \"Dulu saya itu nganggur, ada yang menyuruh antar ke rumah sakit. Dari sana saya penasaran mempelajari bagaimana prosedur warga yang tak mampu agar bisa mendapatkan layanan kesehatan,\" ujar pria yang hanya lulusan SD itu. Karena hanya lulusan SD, Sarwan tak memiliki gelar apa pun. Namun setelah menjalani relawan membantu warga miskin, ia diberi gelar Sarwan SKTM. \"Saya juga heran banyak orang itu tahu saya tugas di rumah sakit. Padahal tidak sama sekali. Ya ini cuma relawan saja bantu orang,\" jelasnya. Sarwan sendiri menjadi relawan bergerak seorang diri. Tidak terikat atribut yayasan ataupun LSM tertentu. Beberapa temannya pun mendukung langkah Sarwan membantu warga miskin itu. Meskipun secara ekonomi, Sarwan bukan pula orang yang berkecukupan. Namun dia meyakini selama dia punya niat ibadah, rezeki dari Allah akan menghampirinya. \"Saya didukung sama teman, Mas Roy yang sekarang menjadi BPD, dan H Masduki yang sekarang menjadi LPMD. Juga banyak diberikan masukan sama petugas kesehatan RSUD Waled,\" ujarnya. Tak hanya itu, dia juga beruntung karena istrinya tak menuntut lebih secara ekonomi. Bahkan sang istri, Tursini (47), ikut mendukung kegiatannya. “Alhamdulillah selama ini keluarga gak pernah mengeluh. Saya tak dapat duit, kadang harus pulang sampai malam, mereka gak pernah mengeluh,\" jelasnya. Selama membantu warga miskin untuk berobat itu, Sarwan mengaku banyak mengenal orang-orang rumah sakit. Dari RSUD Waled utamanya, dia banyak belajar dalam menjembatani warga miskin untuk mendapatkan layanan kesehatan. Kebanyakan warga memang mengaku kesulitan untuk mendapatkan pelayanan apalagi warga yang di daerah. Biasanya karena keterbatasan pengetahuan dan informasi yang didapatkan. \"Kebanyakan warga tidak tahu prosedurnya. Apalagi selalu ada kebijakan-kebijakan baru. Dulu kan cukup pakai kartu sehat, kemudian zaman Jamkesmas, Jampersal, KIS, sampai saat ini zamannya BPJS,\" terangnya. Pria yang pernah menjadi kernet bus itu sudah bertekad bisa menolong orang lain. Ibarat lilin, dia ingin bisa menerangi banyak orang, walaupun harus meleleh. Asalkan bermanfaat bagi banyak orang. \"Insya Allah rejeki Allah yang ngatur,\" ucapnya. Selama membantu orang lain itu, Sarwan mengaku tidak banyak menemui kesulitan. Karena dia sudah tahu prosedur yang harus ditempuh. Istri Sarwan, Tursini (47), juga memahami aktivitas suaminya itu. Meskipun dia jauh, atau sudah malam, dan hujan besar sekalipun, bila ada orang yang telepon meminta bantuan, suaminya itu harus berangkat. Kadang sang suami juga harus kehujanan bahkan sampai harus pulang subuh. \"Sering kadang saya angkat telepon sendiri, soalnya kasihan orang sakit ya harus segera diobati, cepat ditolong,\" ujar ibu empat orang anak dengan dua orang cucu itu. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: