Karena Izin Impor Berliku, Dagangan Tak Laku

Karena Izin Impor Berliku, Dagangan Tak Laku

JAKARTA – Pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Impor Berisiko Tinggi (PIBT) pada 12 Juli telah memukul pemakai jasa impor borongan. Kini banyak pengusaha yang wait and see sambil menunggu penyederhanaan peraturan yang dijanjikan pemerintah. Ketua Asosiasi Importer Telepon Genggam dan Tablet Indonesia Boni Angga Budiman menyatakan, Satgas PIBT memang dibentuk untuk mendorong para importer mengurus perizinan sendiri tanpa melibatkan penyedia jasa importer borongan. Menurut dia, sebenarnya para importer siap memenuhi aturan yang berlaku. Namun, yang menjadi persoalan adalah pengurusan izin mengimpor barang yang rumit. Apalagi harus melalui sejumlah perizinan berliku di kementerian/lembaga (K/L) terkait. ’’Sebagai contoh, harga produk smart band (pemonitor detak jantung, Red) itu kan cuma Rp99 ribu–Rp125 ribu. Tapi, mengimpor barang ini harus melewati empat lembaga, Kemenkominfo, Kemendag, Bea Cukai, dan Kemenkes,’’ jelas Boni. Ada lagi yang lebih rumit. Untuk mengimpor sebuah printer berwarna, diperlukan perizinan atau surat rekomendasi dari Badan Intelijen Negara (BIN). Karena berlikunya pengurusan tersebut, importer lebih memilih menggunakan jasa borongan. Itulah pengadaan barang lewat perusahaan yang secara khusus menyediakan jasa impor. Biasanya hal itu dilakukan perusahaan freight forwarder atau jasa ekspedisi. Menurut Boni, aturan penertiban tersebut justru hanya menguntungkan para pemain besar atau importer kakap. Importer kecil pun terhambat untuk mengimpor barang. Sebaliknya, pemain besar bisa lebih leluasa melakukan impor. Akibatnya, daya saing industri bakal mati. ’’Kita lihat yang besar-besar yang tidak ada masalah. Pebisnis yang kecil-kecil atau yang baru memulai usaha akan mengalami kesulitan,’’ ujarnya. Karena itu, Boni berharap pemerintah benar-benar menyederhanakan perizinan importasi barang. Selain itu, dia mengusulkan agar pemerintah mengizinkan barang impor masuk dulu ke Indonesia. Baru kemudian dipilah mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak. ’’Jadi, kita bisa sembari ngurus izinnya. Saking lamanya mengurus izin, barang yang tadi sedang booming tidak laku karena kelamaan tertahan begitu sudah keluar,’’ katanya. Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi menuturkan, pemerintah telah sepakat menyederhanakan perizinan larangan terbatas (lartas) dari yang semula 48,3 persen menjadi 20,8 persen. ’’Itu bakal dilakukan dalam tempo sesingkat-singkatnya,’’ tutur Heru. Pemerintah berharap penyederhanaan akan menurunkan ongkos logistik, mengurangi dwelling time (durasi tunggu di pelabuhan), dan membantu para importer yang terkendala perizinan. Namun, Heru menegaskan bahwa izin-izin itu tidak lantas dihilangkan. Perizinan masih tetap ada. Bedanya, barang-barang impor tersebut sudah diperbolehkan masuk sampai gudang di Indonesia sehingga tidak perlu tertahan di gudang negara asalnya seperti Singapura atau Hongkong. ’’Jadi, tetap kita lakukan pengawasan. Tapi, eksekusi (perizinan, Red) tidak lagi langsung di pelabuhan,’’ terangnya. Bea Cukai bakal melakukan verifikasi di gudang. ’’Misalnya, kalau ada izin edar, itu tidak lagi diverifikasi di pelabuhan, tapi di gudang-gudang yang bersangkutan. Artinya, diperbolehkan impor sampai di gudang, tapi belum boleh beredar jika izinnya belum lengkap,’’ tandasnya. (ken/c14/sof)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: