Sungai Mengering, Pertanian di Kabupaten Cirebon Terancam

Sungai Mengering, Pertanian di Kabupaten Cirebon Terancam

CIREBON-Musim kemarau sudah terjadi sekitar dua bulan terakhir. Sejumlah wilayah pun mulai terdampak. Tak terkecuali Desa Ciuyah, Kecamatan Waled, Kabupaten Cirebon yang mengandalkan mayoritas sistem pengairan lahan pertaniannya dari Sungai Ciberes. Sekretaris Desa Ciuyah Sutara kepada Radar Cirebon  mengatakan, jika kondisi kekeringan yang terjadi di Desa Ciuyah hampir berlangsung setiap tahun. Kondisi tersebut diperparah saat Sungai Ciberes yang membelah Kecamatan Waled tersebut kini sudah mengering. “Wilayah kita hampir setiap tahun kekeringan. Kalau musim hujan, malah jadi wilayah paling parah yang diterjang banjir. Makanya, saat musim seperti ini tak ada yang tanam padi, karena air begitu sulit. Mayoritas saat ini komoditi yang ditanam petani adalah jenis tanaman holtikultura seperti bawang merah dan cabai,” ujarnya. Dijelaskan Sutara, dari luas total lahan pertanian di Desa Ciuyah yang kurang lebih sekitar 100 hektare, saat ini hanya sekitar seperempatnya saja yang masih aktif dan dikelola petani. Sisanya terpaksa nganggur dan tidak diberdayakan karena kesulitan pasokan air. “Sebenarnya ada beberapa titik sumur pantek. Cuma ketika kondisi seperti ini, titik sumur itu tak keluar air. Jangankan yang sumur pantek, yang sumur-sumur di rumah warga pun, baik yang menggunakan mesin pompa atau sumur konvensional, sudah kering dan tidak bisa mengeluarkan air,” imbuhnya. Selain wilayah Desa Ciuyah, wilayah lainnya yang terdampak oleh musim kemarau dan dilanda kekeringan adalah beberapa desa di Kecamatan Waled yang berada di sepanjang aliran Sungai Ciberes. “Kondisi Sungai Ciberes saat ini di beberapa titik mulai mengering. Bahkan di Desa Ambit dan Ciuyah kondisi Sungai Ciberes nyaris 100 persen kering. Sumur-sumur tak ada air, akhirnya banyak warga yang kemudian membuat sumur darurat di sepanjang aliran Sungai Ciberes yang sudah mengering,” jelasnya. Terpisah, Kuwu Desa Ambit Nurwandi mengatakan, kekeringan juga melanda wilayah Desa Ambit. Saat ini, para petani di wilayahnya mulai beralih menanam holtikultura yang lebih irit air. “Kalau musim hujan di sini biasanya pada tanam padi. Kalau seperti sekarang pada tanam holtikultura. Di sini padahal sumber airnya melimpah, tiap tahun banjir. Tapi kita tidak pernah bisa menyimpan air karena kita tidak punya bendungan karet ataupun embung. Sehingga air terbuang percuma. Solusinya ya harus ada upaya untuk menampung air, baik melalui embung atau membangun bendungan karet,” ungkapnya. Namun demikian, dikatakan Nurwadi, saat ini pertanian di Ambit maupun Ciuyah masih tertolong air dari Bendung Surakatiga Ambit yang mengalirkan air lewat saluran sekunder dan tersier yang ada. Justru menurutnya, saat ini yang perlu dilakukan adalah melakukan normalisasi areal di sekitar Bendung Surakatiga agar bisa mendebet air dan mengalirkannya ke saluran irigasi, baik sekunder maupun tersier. “Di Surakatiga, idealnya itu kedalaman 4 meter. Saat ini satu meter sampai satu setengah meter. Tidak maksimal mendebet air. Akhirnya, meskipun ada kiriman dari Waduk Darma, air hanya lewat dan sebagian kecil saja yang terdebet dan tersimpan di Surakatiga. Makanya, di bendung ini harus ada normalisasi setiap tahun,” ungkapnya. (dri)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: