Kapolda DIJ Dicopot

Kapolda DIJ Dicopot

Polri Milih Tutup Kasus, Semua Data Disetor ke Penyidik Militer JAKARTA - Mabes Polri melakukan mutasi mendadak di jajarannya. Nama Kapolda Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ) Brigjen Sabar Rahardjo masuk dalam gerbong mutasi tersebut. Namun, pihak Mabes Polri membantah jika mutasi tersebut terkait dengan penyerangan ke Lapas kelas IIB Cebongan, Sleman. Sabar dimutasi tidak melalui surat telegram rahasia STR sebagaimana umumnya mutasi. Melainkan, lewat surat keputusan bernomor KEP: 234/IV/2013 tertanggal 5 April atau kemarin. \"Memang benar yang bersangkutan dimutasi,\" terang Kadivhumas Mabes Polri Irjen Suhardi Alius, kemarin. Namun, mutasi yang dilakukan lewat surat keputusan menimbulkan tanda tanya. Sebab, lazimnya mutasi dilakukan lewat surat telegram rahasia. Sempat muncul dugaan, jika Sabar dimutasi terkait dengan penyerangan ke Lapas Cebongan, Sleman. Sabar dianggap gagal melindungi para tahanan di lapas tersebut hingga dibunuh oleh anggota Kopassus Kartasura. Padahal, keempat tahanan tersebut dipindah bersama tahanan lain dari mapolda dengan alasan sel tahanan Mapolda DIJ sedang direnovasi. Namun, saat dikonfirmasi, Suhardi membantahnya. Menurut dia, mutasi merupakan hal biasa di lingkungan Mabes Polri untuk penyegaran. Sabar bakal digantikan oleh Kabiro Kajian dan Strategi SSDM Mabes Polri Brigjen Haka Astana. Rencananya, Senin (8/4) mendatang Haka dilantik menjadi Kapolda DIJ.   **Polri Milih Tutup Kasus   Usai sudah pekerjaan tim penyidik kepolisian dalam menangani penyerbuan Lapas Cebongan. Semua naggota Mabes Polri yang awalnya diperintahkan Kabareskrim Komjen Sutarman untuk membantu Polda DIJ ditarik pulang. Data-data yang diperoleh juga akan disampaikan ke TNI. \"Sudah kita hentikan prosesnya dan sekarang semua ditangani oleh tim penyidik militer dari TNI Angkatan Darat,\" ujar Kepala Biro Penerangan Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar di kantornya, usai salat Jumat, kemarin (5/04). Tim yang bekerja sejak tanggal 25 Maret 2013 itu sebelumnya disupervisi langsung oleh Kabareskrim Komjen Sutarman. Menurut Boy, setelah identitas pelaku ditemukan dan sudah ada koordinasi dengan TNI AD, maka Polri tidak mempunyai kewenangan lagi. \"Sebab tersangka adalah anggota aktif TNI. Itu artinya diproses dengan UU TNI, kita harus menghormati itu,\" kata mantan kapoltabes Padang Sumatera Barat ini. Data yang akan disetor ke Polisi Militer TNI AD diantaranya hasil uji laboratorium balistik, uji sidik jari melalui INAFIS (Indonesia Automatic Fingerprints Identification System) dan hasil pemeriksaan saksi-saksi oleh penyidik Polri. \"Nanti teknisnya akan dibicarakan, tapi semestinya lewat Polda DIJ,\" kata Boy. Berdasarkan hasil uji laboratorium sementara, ditemukan satu butir peluru PIN TO kaliber 7,62 milimeter buatan PT Pindad, satu peluru gagal ledak dengan kode 64539, delapan selongsong peluru kode PIN TO kaliber 7,62 milimeter, 22 butir selongsong peluru kode 64359, dan 12 proyektil di TKP seluruhnya kaliber 7,62 milimeter. Wadanpuspomad Brigjen Unggul Kawistoro Yudhoyono mengakui senjata yang digunakan delapan penyerang anggota Kopassus itu menggunakan AK 47 yang memang berkaliber 7, 62 milimeter. Senjata itu bukan berasal dari markas Kopassus grup II di Kartasura, melainkan dibawa langsung dari daerah latihan di Gunung Lawu. Secara terpisah, perwakilan keluarga korban yang tewas di lapas Cebongan menolak hasil investigasi TNI AD. \"Kami keluarga menilai tim TNI tidak mampu memberi kebenaran atas peristiwa yang terjadi. Karena itu, kami minta Panglima TNI membubarkan tim,\" ujar Yohanes Lado, keluarga dari korban Adrianus Chandra Galaja. Menurut Yohanes, masih banyak hal yang misterius dan belum terungkap dibalik pembunuhan saudaranya itu. \"kami menuntut tanggung jawab kapolda, karena melakukan pembiaran terhadap serangan itu,\" katanya. Mereka juga meminta presiden SBY membentuk tim gabungan pencari fakta yang independen untuk menyelidiki kasus itu. \"Kami menilai, pernyataan TNI sangat tidak etis, tendensius dan tidak berperikemanusiaan,\" katanya. Yohanes merujuk pada pernyataan Brigjen Unggul yang menyebut korban sebagai preman yang bengis dan kejam. Pengacara keluarga korban, Rio Ramabaskara, meminta para tersangka dibawa ke pengadilan umum. \"Ini untuk lebih menjamin transparansi penyidikan dan proses hukumnya,\" kata Rio. Dia mengakui, proses pemindahan (dari peradilan umum ke peradilan militer ) itu masih kontroversial. \"Tapi, tetap mungkin. Misalnya dengan memecat dulu para pelaku dan setelah statusnya bukan anggota TNI bisa dibawa ke pengadilan umum,\" katanya. Di sekretariat Kontras, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Presiden segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Pengganti Undang-undang tentang Revisi UU Peradilan Militer. Hal itu penting untuk mengadili para tersangka kasus penyerangan dan pembunuhan empat tahanan di LP Cebongan, Sleman, Jogjakarta. Mereka di antaranya Haris Azhar (Kontras ) Bambang Widodo Umar (pengajar PTIK), Usman Hamid, dan Poengky Indarty (Imparsial). \"Selama ini ada kendala UU Peradilan Militer selalu dijadikan dalil bagi TNI agar pelaku kejahatan militer tetap diadili di pengadilan militer,\" ujar Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti. Penerbitan Perpu itu, lanjut Poengky, penting dan urgen sebagai dasar hukum untuk memproses pelaku kekerasan di LP Cebongan, Sleman, Jogjakarta, di peradilan umum. Hal itu, menurut Poengky, menjadi langkah awal bagi upaya reformasi peradilan militer. Ia menambahkan, peradilan militer selama ini acapkali menjadi sarang impunitas bagi anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum. Koalisi juga menyebut masyarakat harus melihat kasus pembunuhan Theys Hiyo Eluay yang hanya divonis ringan. Mahkamah Militer Tinggi Surabaya, 21 April 2003 menjatuhkan vonis terhadap empat anggota Koppasus yang menjadi terdakwa kasus pembunuhan Ketua Presedium Dewan papua, Theys Hiyo Eluay. Majelis hakim yang dipimpin Kolonel Chk Yamini menjatuhkan vonis berbeda kepada keempat terdakwa. Namum vonis yang dijatuhkan lebih berat dari pada tuntutan oditur militer, yakni 2 tahun penjara. Letkol Hartomo divonis 3,5 tahun penjara, Kapten Riyonardo divonis 3 tahun penjara, serta Asriyal divonis 3,5 tahun penjara dan Praka Ahmad Zul Fahmi 3,5 tahun penjara dan dipecat dari kesatuannya. Menurut majelis hakim, keempat terdakwa terbukti bersalah, secara bersama-sama melakukan penganiayaan terhadap Ketua Presidium Dewan Papua, Theys Hiyo Eluay hingga tewas pada 10 November 2001. (byu/rdl)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: