Sitiwinangun, Peradaban Gerabah di Jawa Barat

Sitiwinangun, Peradaban Gerabah di Jawa Barat

Sitiwinangun, Desa yang berlokasi sekitar 15 kilometer ke arah barat Kota Cirebon, sebenarnya sudah ratusan tahun kondang sebagai sentra pembuatan gerabah, jauh sebelum Cirebon dikenal dengan batik atau industri rotannya. Pembuatan gerabah sudah dilakukan warga sejak hanya berbentuk pedukuhan dan dihuni hanya sedikit penduduk pada ratusan tahun lalu. Desa yang merupakan awal “peradaban gerabah” di Jawa Barat ini,  pada masa pra-Islam merupakan desa pusat pembuatan gerabah (tembikar). Dari Sitiwinangun karya-karya para perajin mengalir ke seluruh Nusantara, termasuk pernah merajai pasar di Pulau Dewata Bali. Di Cirebon sendiri, pusat penjualan gerabah terfokus di daerah Panjunan. Dari catatan sejarah yang ada, sejak memasuki abad ke-15 Cirebon sudah mulai memasuki “peradaban gerabah”. Karya-karya gerabah seperti genteng, batubata, gentong, celengan, pot bunga dan sebagainya masih jadi andalan mata pencaharian sebagian penduduk Cirebon. Pusat pembuatan gerabah terdapat di Desa Sitiwinangun Kabupaten Cirebon. Sedangkan pusat penjualannya terdapat di daerah Panjunan Kota Cirebon. Salah satu bukti puncak kebesaran “peradaban gerabah” di Cirebon dengan dibangunnya “Mesigit Abang” atau dikenal dengan nama “Masjid Bata” di Panjunan. Hampir seluruh dinding, lantai, tembok, kamar kecil, tempat wudlu, kubah masjid (memolo) dan jembangan terbuat dari gerabah. Kecuali atap masjid yang terbuat dari sirap dan beberapa tihang penyangga terbuat dari kayu jati. Tradisi membuat kerajinan gerabah sendiri, adalah dari Pangeran Panjunan yang memiliki keahlian dalam membuat karya seni berupa gerabah. Karya-karyanya banyak disukai banyak orang, hasil karyanya terlihat sangat halus, kuat dan indah, seakan dapat membius orang yang melihatnya. Bahan dasar gerabah tanah liatnya berasal dari desa Sitiwinangun yang memiliki nilai tinggi. Dan hasil karyanya tidak mudah pecah. Kemudian keahlian diturunkan kepada Pangeran Jagabaya. Pangeran Jagabaya juga mendapat warisan keahlian yang sama dengan Pangeran Panjunan, ia juga ahli membuat gerabah. Hasil karyanya apik dan halus. Di sisi lain, Desa Sitiwinangun mempunyai sejarah peninggalan Islam, tepatnya di Blok Kebagusan. Disini terdapat petilasan Pangeran Kebagusan, dan Situs Masjid Kramat Ki Buyut Kebagusan. Menurut warga, petilasan tersebut sudah ada sejak tahun 1222 masehi, dan setelah itu dibangun masjid di samping petilasan tersebut. Jika dilihat dari tahun sejarahnya. Petilasan itu sudah ada sebelum adanya penyebaran Islam di tanah Jawa oleh Wali Songo. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: