Pejabat Tak Mampu, Dimutasi
Terapkan Kontrak Kinerja, Evaluasi Enam Bulan Sekali KEJAKSAN- Wali kota Drs Ano Sutrisno MM sepertinya tidak main-main untuk membenahi kinerja para birokrat. Dalam perjalanannya memimpin Kota Cirebon ini, Ano bakal menerapkan kontrak kinerja untuk organisasi perangkat daerah dan juga perusahaan daerah. Kabag Humas Pemkot Cirebon Agus Sukmanjaya SSos membenarkan wacana kontrak kinerja tersebut. Dikatakan Agus, kontrak kinerja itu lebih kepada pemacu dan motivasi untuk OPD yang ada, agar bekerja sesuai dengan target yang telah ditetapkan. “Setiap SKPD punya program kerja, dan wali kota menginginkan ada realisasi yang jelas secara periodik,” ujarnya. Kemungkinan, kata dia, kontrak kinerja ini akan diawali dengan dinas-dinas yang strategis. Agus juga mengatakan, kinerja OPD akan dievaluasi secara periodik. “Maksudnya, di sini beliau (Wali kota Drs Ano Sutrisno MM, red), mengajak seluruh OPD untuk berubah dan bekerja lebih baik lagi,” tuturnya. Dikonfirmasi, Wali Kota Ano Sutrisno membenarkan wacana kontrak kinerja di lingkungan Pemkot Cirebon. Saat ini parameter dan indikasi keberhasilan masing-masing OPD sedang digodok. “Saya ingin meningkatkan kinerja, dan untuk itu, saya perlu dibantu dengan staf-staf yang serius,” bebernya kepada Radar. Selama ini, kata dia, sudah berjalan pakta integritas terkait kinerja untuk para OPD. Namun, Ano merasa keberadaan pakta integritas itu masih belum optimal, sehingga harus dilakukan kontrak kinerja. “Minimalnya setiap 6 bulan sekali akan kami evaluasi. Dan untuk menilai kinerja seseorang itu optimal atau tidak, harus ada indikatornya, dan saat ini sedang digodok,” lanjutnya. Lalu bagaimana bila ada pejabat yang melanggar atau tidak bekerja sesuai dengan kontrak kinerja yang ditetapkan? Ano mengatakan hal tersebut erat hubungannya dengan reward and punishment. Dicontohkan Ano, Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah (DPPKD) yang notabene memiliki fungsi memaksimalkan PAD, tentu memiliki target per tahunnya. Bila dalam enam bulan berjalan ternyata pelaksanaannya tidak mencapai setengah dari target, maka bisa dibilang pimpinan OPD tersebut gagal atau tidak bisa memimpin dengan baik. “Ada risikonya bila dianggap tidak mampu. Dan untuk yang berhasil juga akan ada reward, bisa berupa promosi atau hal lainnya,” lanjutnya. Lalu apa risiko yang dimaksud? Ano enggan menyebutkannya. Namun secara tersirat, langkah mutasi adalah salah satu risiko yang harus ditanggung oleh Kepala OPD bila tidak bekerja maksimal. “Yang jelas ada risikonya. Dan hal ini tidak hanya berlaku pada OPD, tapi juga perusahaan daerah,” tukasnya. TAIS DAN GEDUNG WANITA PRIORITAS Sementara itu, sedikitnya ada tiga aset bakal menjadi prioritas Ano-Azis. Ketiga aset itu adalah Taman Ade Irma Suryani (TAIS), Gedung Wanita dan Balong Indah Plaza atau yang lebih dikenal dengan Pasar Balong. Ano mengatakan, di tahun 2013 memang pihaknya akan melakukan optimalisasi aset yang ada. Untuk awal melangkah, Ano mengaku, akan melihat aturan, mekanisme dan perkembangan terakhir dari ketiga aset itu di bawah kepemimpinan Subardi SPd. Karena kemungkinan besar, kata dia, sudah ada langkah-langkah konkret yang dilakukan di masa kepemimpinan Subardi. “Memang optimalisasi aset ini akan kita percepat. Pertama saya akan melihat dulu aturan, mekanisme dan juga mungkin selama ini sudah ada langkah-langkah yang ditempuh saat zaman Pak Subardi,” lanjunya. Kenapa ketiga aset itu? Ano mengatakan, tidak ada alasan khusus. Karena pada akhirnya, dirinya akan berusaha untuk mengoptimalkan seluruh aset daerah yang ada. “Untuk sarana olahraga Bima, itu nanti kita akan lakukan juga komunikasi dengan Pertamina. Begitu juga aset lainnya, akan kami maksimalkan. Namun yang jelas, Gedung Wanita, Pasar Balong dan TAIS akan kami prioritaskan terlebih dahulu,” tuturnya. Sementara itu, anggota Komisi A DPRD Kota Cirebon Djoko N Poerwanto mengatakan, optimalisasi birokrat harus didahulukan ketimbang optimalisasi aset. Karena, kata dia, untuk bisa mengoptimalkan aset yang ada diperlukan pejabat-pejabat yang memang maksimal dan mumpuni dalam bekerja. “Aset potensinya bisa diukur dan dimaksimalkan sekalipun potensinya hanya segitu-gitunya. Tapi kinerja aparat? Ini akan menyentuh langsung pada pelayanan masyarakat,” bebernya. Seberapapun besarnya aset yang ada, kata dia, kalaupun yang mengelola bukanlah yang berkompeten, jelas tidak akan memberikan dampak yang positif bagi kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, lanjut dia, esensi pro perubahan sangatlah elok bila dimulai dengan membangun budaya berbasis nilai bagi seluruh aparat pemerintah kota ini. Selama ini, kata dia, koordinasi antar OPD tidak pernah fokus pada program-program visioner, tapi justru bermuara pada kepentingan politik. “Dan saat ini seharusnya Ano-Azis membongkar tatanan manajemen birokrasi yang amburadul ini dengan manajemen personalia yang lebih sehat,” tukasnya. (kmg)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: