Relawan Pengawal Ambulans, Tanpa Pamrih Membantu

Relawan Pengawal Ambulans, Tanpa Pamrih Membantu

Melihat kemacetan yang terjadi di Cirebon, mendorong para anak muda ini untuk melayani. Meskipun seringkali mendapat  caci maki dari pengendara lain, tidaklah menjadi masalah. Bagi mereka yang terpenting adalah membantu memberikan jalan kepada ambulans menuju rumah sakit, tanpa mengharapkan imbalan. Sedikit pun.

***

DI tengah suasana lalu lintas yang padat di Jalan Kesambi, siang itu,  suara sirine ambulans meraung-raung bersamaan dengan suara klakson yang juga saling bersahutan. Beberapa pengendara menepikan kendaraannya untuk memberikan jalan kepada  ambulans. Namun tak sedikit pula yang terlihat  bingung dan panik. Bahkan acuh, tak mau sedikit pun memberikan jalan untuk ambulans yang sedang membawa pasien.

MobilaAmbulans sendiri merupakan salah kendaraan yang harus diberi prioritas di jalan raya. Namun fakta di lapangan justru masih banyak pengguna jalan yang kurang peduli ketika ada mobil ambulans lewat dalam kondisi darurat. Hal ini pun memicu munculnya komunitas relawan pemandu mobil ambulans, seperti Indonesia Escorting Ambulance atau IEA.

“Memang rata rata relawan yang gabung IEA adalah karena mereka peduli. Karena ketepatan waktu ambulans yang membawa pasien dalam kondisi emergency menjadi salah satu faktor yang bisa menyelamatkan nyawa seseorang,” ungkap Wakil Koordinator IEA Cirebon, Eko Supriyanto kepada Radar Cirebon.

Eko menuturkan, di Cirebon anggota IEA telah mencapai 27 orang. Komunitas ini telah berdiri sejak November 2017. Mereka terdiri dari berbagai kalangan. Mulai dari pelajar, mahasiswa, pegawai hingga wiraswasta atau pengusaha. Untuk masuk menjadi anggota, tak ada syarat khusus. Yang utama adalah kelengkapan berkendara. Wajar saja, relawan ini banyak menggunakan aktivitasnya  menggunakan kendaraan roda dua untuk mendampingi ambulans.

Adapun pendampingan yang dilakukan tergantung situasi yang dihadapi. Terkadang bisa mengawal dari belakang maupun depan. Namun saat terjadi kemacetan parah. Tim IEA Cirebon berusaha membuka celah jalan untuk mobil ambulans. Dengan begitu mobil ambulans tetap bisa berjalan lancar dan tidak terjebak kemacetan.

Menurutnya, untuk menjadi relawan IEA harus diperlukan mental yang kuat. Karena selalu saja ada hujatan dan caci maki. Khususnya dari pengendara lain yang justru merasa terganggu. “Makanya setiap kali kita melakukan pengawalan, kita selalu mengacungkan jempol kepada pengendara yang yang mau memberikan jalan kepada ambulans,” lanjutnya.

Di tengah kesibukanya dengan pekerjaan masing masing, biasanya anggota IEA berkumpul di salah satu rumah anggota kawasan Pegambiran yang dijadikan base camp. Namun menurut Eko, lebih sering mereka juga mobile. Saat menjumpai ada ambulans yang melintas, biasanya mereka langsung memberikan pendapingan.

“Selain itu kita juga sudah masuk jadi salah satu anggota relawan Public Safety Center (PSC) 119. Jadi kalau ada kejadian seperti kecelakaan, banjir dan ada orang yang sakit dan butuh dievakuasi, anggota kita juga selalu ada,” ungkapnya.

Sebagai organisasi yang bergerak di bidang sosial, anggota IEA tidak mengharapkap imbalan dari aksinya membantu ambulans. Slogan yang selalu di pegang teguh adalah berbuat tanpa berharap. Artinya, mereka melakukan perbuatan kemanusiaan tanpa adanya rasa haus imbalan atau pujian. Dilakukan berdasarkan keinginan dan niat tulus membantu. Hal ini pun telah membuat para sopir ambulans merasa terbantu dengan keberadaan IEA.

Sementara itu, anggota IEA lainya, Dimas Dwi Riyanto (16) menambahkan, saat diawal awal berdiri, dirinya mengaku sering kali mendapatkan penolakan. Bukan hanya dari pengguna jalan lain yang merasa terganggu, bahkan penolakan itu juga datang  dari sopir ambulans nya sendiri.

Pernah dalam suatu kejadian, ambulans yang yang didampinginya tiba-tiba menepi dan berhenti. Hal itu sempat menjadi tanda tanya dalam hatinya. Tapi kemudian, hal tersebut dapat dipahami, karena saat itu belum banyak yang peduli dan bersungguh-sungguh untuk membantu.

“Pas ditengok ke belakang, si sopirnya melambaikan tangan, nggak mau. Mungkin dikiranya kita bakal minta bayaran. Sempat kepikiran sih dalam hati, tapi ya nggak apa-apa. Alhamdulillah, kalau sekarang sopir ambulans sudah tahu semua,” kenangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: