Stop Mei

Stop Mei

AGAMA pun terguncang. Islam, Kristen kurang lebih sama. Khususnya di kalangan ulama-ulamanya. Di kalangan Islam soal ahli sunah dan jabbariyah ramai disoal. Juga jadwal kapan Covid-19 akan lenyap menurut agama.

Di kalangan Kristen ramai soal copy meng-copy Tuhan Yesus. Termasuk soal dahi yang bertanda. Semua itu berseliweran di media sosial. Yang Islam bisa mengikuti gejolak yang di Kristen. Yang Kristen tahu apa yang terjadi di kalangan Islam. YouTube telah membuang sekat antara masjid dan gereja.

Rasanya sulit mencari kesepakatan mana yang benar. Masyarakatlah yang jadi juri terbaik. Dengan kesimpulan mereka sendiri-sendiri. Ternyata di semua agama ulamanya terbelah. Dan itu masih lebih baik. Daripada tercabik-cabik. Atau dicabik-cabik.

Ulama sekelas Aa Gym dan Ustaz Abdus Somad ikut berseliweran. Mereka bicara seputar boleh tidaknya tidak salat Jumat - -di masa Covid-19 seperti ini. Aa Gym yang lembut jadi seperti pembawa acara. Narasumbernya Ustad Abdus Somad yang keras --setidaknya nada suaranya. Persoalannya mengapa masjid yang selama ini dikenal ahli sunah --yang moderat—lebih banyak tetap melaksanakan salat Jumat.

Apa kata Ustaz Somad? “Mereka itu mengaku saja ahli sunah. Tapi sebenarnya Jabariyah,” begitu kurang lebih penjelasannya. Alasannya? Ikuti sendiri di video yang beredar luas itu. Silakan.

Ada juga yang seperti ahli hadis --ahli tentang apa saja yang pernah diucapkan dan dilakukan Nabi Muhammad. Videonya juga beredar luas. Tapi saya tidak kenal siapa ia. Penampilan fisiknya mirip ulama ahli hadis. Pakai jubah dan tutup kepala --mirip salah satu aliran sufi. Latar belakangnya deretan buku dalam bahasa Arab. Dari kiri luar sampai kanan luar. Dari rak atas sampai rak bawah.

Ia bilang Covid-19 ini akan lenyap sebentar lagi. Hilang dari muka bumi. Kapan? “Bulan Mei,” katanya tegas. Itu, katanya, sesuai dengan hadis --ucapan Nabi Muhammad. Ia pun mengutip hadisnya --termasuk literatur kitab-kitab dan endorsernya: ulama besar kelas dunia di masa lalu. Melihat video itu saya benar-benar horeeeee! Mei sudah di depan mata. Covid-19 segera lenyap dari bumi. Horeeeee saya itu ternyata tidak lama. Terbacalah oleh saya tulisan Prof. DR. Moch Nur Ichwan. “Itu memanipulasi hadis,” tulisnya. (Tulisan lengkapnya di sini: Meramal Akhir Covid-19 dengan (Memanipulasi) Hadis Nabi).

Nur Ichwan terlalu cepat menerbitkan tulisannya. Padahal saya ingin agak lama sedikit memimpikan datangnya bulan Mei. Dr. Nur Ichwan adalah dosen Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Jogjakarta. Masternya dari Leiden University, Belanda.

Gelar doktornya dari Tilburg University --antara Leiden dan Eindhoven. Ia pernah mondok di nJorsan, Ponorogo.

Penjelasannya detail sekali. Kok saya jadi setuju dengan Nur Ichwan. Meski harus kehilangan harapan pada Mei. Tentu, bisa saja saya balik menyenangi bulan Mei. Kalau ada penjelasan tandingan dari yang seperti ahli hadis tadi.

Di samping dua masalah itu masih banyak perdebatan lain tentang Covid-19 dari sudut Islam. Tapi ya sudahlah. Kan perlu tahu juga yang terjadi di kalangan Kristen. Yang lalu-lintas medsosnya didominasi oleh pendeta Niko Njotorahardjo dan pendeta Stephen Tong. Dua-duanya hebat. Keduanya sudah tua. Niko 71 tahun. Tong 79 tahun. Dua-duanya punya pengikut yang sangat besar. Seimbang. Dari segi itu.

Pendeta Niko lahir di Bondowoso. Ia jadi pendeta atas bimbingan Pendeta Dr. Abraham Alex Tanuseputra. Di Surabaya Pendeta Alex ini amat terkenal. Ia-lah pendiri gereja Bethany di Semolowaru, Surabaya. Yang gerejanya sangat besar dengan arsitektur dom --seperti sebuah convention center.

Bethany lantas dikenal sebagai gereja yang kaya raya. Dengan jemaat yang kaya-kaya. Ketika Bethany mengembangkan diri ke Jakarta, Niko-lah yang dipercaya sebagai pimpinan Bethany wilayah barat. Niko menjadi terkenal di Jakarta. Jemaatnya terus bertambah. Lalu mendirikan gereja sendiri di luar Bethany --Gereja Bethel Indonesia.

Gereja baru itu menempati Geraja Bethany yang di Jakarta itu --entah bagaimana hitungannya. Di pusatnya sendiri, di Surabaya, Bethany juga pecah. Bahkan sangat serius. Saling pecat. Pun antara anak kandung dan bapak biologis. Saling gugat pula ke pengadilan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: