Akui Kendala PJJ, Dari Kuota Internet hingga Penyesuaian Kurikulum

Akui Kendala PJJ, Dari Kuota Internet hingga Penyesuaian Kurikulum

CIREBON– Sudah 1,5 bulan pembelajaran jarak jauh (PJJ) diterapkan di Kota Cirebon. Tiap sekolah menerapkan caranya masing-masing. Mulai dari belajar secara daring, hingga memberikan tugas. Namun, dapat disimpulkan sejauh berjalannya metode ini, kendala kerap datang.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Cirebon, Irawan Wahyono SPd MPd tidak menampik rentetan masalah ini. Mulai dari kuota internet, kualitas video dan audio hingga perangkat. “Kadang video putus-putus, suaranya kurang jelas. Nah tidak semua peserta didik juga mampu beli kuota internet,” ujar Irawan, kepada Radar Cirebon, Jumat (1/5).

Dari pantauan Radar Cirebon selama proses belajar di rumah baik sekolah negeri maupun swasta, masing-masing menerapkan kebijakan berbeda. Ada yang tetap melaksanakan PJJ secara daring memanfaatkan aplikasi Google Meet ataupun Zoom. Ada pula guru yang membuat semacam video kemudian diunggah ke Kanal Youtube dan dibagikan kepada siswa untuk menyaksikannya.

Tapi, ragam upaya itu pada akhirnya berhadapan juga dengan kemampuan dari masing-masing peserta didik yang berbeda-beda. Ada yang tidak memiliki perangkat baik handphone maupun laptop. Ada juga yang tidak mampu membeli kuota.

Sementara pemerintah pun tidak bisa berbuat banyak. Sehubungan dengan keterbatasan kebijakan. Misalnya subsidi membeli kuota internet yang tidak bisa dianggarkan baik dari bantuan operasional sekolah (BOS) maupun mekanisme penganggaran lainnya.

Berbeda dengan sekolah swasta yang lebih fleksibel dalam urusan ini. Kendati semuanya bermuara pada efektivitas dari PJJ itu sendiri.

Irawan mengakui, pemerintah memang tidak bisa menganggarkan untuk pembelian kuota baik secara langsung maupun subsidi. Masalah lainnya ialah kurikulum yang diterapkan saat ini, belum disesuaikan dengan kondisi darurat.

Kalaupun ada kebijakan, baru mengatur penentuan penilaian kelulusan dan kenaikan SD dan SMP. Rumus kelulusan SD dan sederajat ditentukan berdasarkan nilai lima semester terakhir yaitu kelas 4, 5 dan 6 semester ganjil. Kemudian nilai semester genap kelas 6 dapat digunakan sebagai tambahan nilai kelulusan.

Sedangkan kelulusan SMP dan sederajat ditentukan berdasarkan nilai lima semester terakhir. Nilai semester genap kelas 9 dapat digunakan sebagai tambahan nilai kelulusan.

“Kenaikan kelas pada SD atau sederajat dan SMP atau sederajat dilakukan dalam bentuk portofolio nilai rapor,  prestasi sebelumnya, dan penugasan,” tandasnya.

Soal kurikulum, Irawan mengakui, memang tidak disiapkan untuk era pandemi seperti sekarang ini. Apalagi bila wabah corona virus disease-2019 (covid-19) belum juga berakhir dalam waktu dekat. Akan tetapi model pembelajaran jarak jauh/daring kemungkinan dipersiapkan.

Sebelumnya, Ketua Dewan Pendidikan Kota Cirebon, Drs H Hediyana Yusuf MM juga mendorong pemerintah untuk segera melakukan penyesuaian pembelajaran sehubungan dengan efektivitas PJJ secara daring.

Dia memandang, PJJ bisa diterapkan dalam kondisi darurat. Tetapi, tidak bisa diterapkan pada jenjang pendidikan SD maupun pendidikan anak usia dini (PAUD). “Kalau untuk SMP mungkin bisa. Tapi untuk SD dan PAUD, rasanya belum bisa,” tuturnya.

Kondisinya, sambung dia, bisa saja berbeda pada sekolah swasta dan klaster orang tua tertentu yang memiliki kemampuan. Namun, tidak bisa menjadi sebuah penyeragaman. Mengingat faktor kemampuan perangkat yang berbeda, pendampingan orang tua dan faktor ekonomi itu sendiri. (abd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: