Tirani Minoritas

Tirani Minoritas

Mereka boleh hidup normal sebatas di dalam 7 kabupaten itu - -termasuk boleh sekolah dan tarawih. Andani adalah dokter ahli penyakit tropis. Ia lulus sebagai dokter di Universitas Andalas. Lalu mengabdi di rumah sakit di Padang.

Setelah itu Andani ke Universitas Gajah Mada Jogjakarta untuk mendapatkan spesialisasinya. Kini Andani menjadi Kepala Laboratorium Pusat Diagnostik dan Riset Penyakit Infeksi Universitas Andalas, Padang. Praktik dokternya sangat laris. Andani bisa praktik sampai pukul 2 malam. Andani sangat disukai orang yang lagi sakit di sana --karena boleh tidak membayar.

Jiwa aktivisnya tidak larut dalam komersialisme. Sebagai aktivis mahasiswa dan tokoh HMI, Andani ingin terus berjuang lewat profesi dokternya. Ia ingin sekali menghasilkan produk kesehatan untuk Indonesia. Ia belum mau banyak bercerita. Tapi sebenarnya Andani lagi melakukan riset untuk menemukan cara mendeteksi virus yang menyebabkan kanker mulut rahim. Ia juga sedang riset untuk membuat cairan yang akan dipakai melakukan tes di lab. Misalnya tes Covid-19 seperti sekarang ini.

Tahun lalu Andani akan dinobatkan sebagai dosen teladan di Universitas Andalas. Andani menolak. “Saya harus menghasilkan penemuan dulu,” katanya.

Sewaktu wahasiswa Andani juga aktif di dunia pers kampus. Karena itu cita-cita awalnya jadi wartawan. Lalu ganti cita-cita ingin ke ITB. Ayahnyalah --seorang polisi-- yang memintanya jadi dokter.

Ia tidak ingin jadi dokter biasa. Untuk menjadi penemu di bidang kedokteran itulah Andani melengkapi lab universitas dengan alat-alat terbaru. Sering ia harus membeli alat sendiri --dari uang pribadinya. Termasuk alat yang harganya di atas Rp100 juta. Kalau saja ia punya uang banyak bidang keilmuan kedokteran di Sumbar akan sangat maju. Dengan pool test tersebut, Sumbar lagi melakukan terobosan penanganan Covid-19. Di Sumbar mereka yang mayoritas tidak ingin dikalahkan oleh minoritas tadi. (dahlan iskan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: