Ok
Daya Motor

DPRD Sarankan Audiensi dengan Gubernur

DPRD Sarankan Audiensi dengan Gubernur

: ketua komisi iii DPrD kabupaten Cirbeon anton Maulana ST mendorong pengusaha galian tambang untuk audiensi dengan gubenur Jawa barat terkait pencabutan moratorium tambang, kemarin.-Samsul Huda-radarcirebon

CIREBON, RADARCIREBON.COMPenutupan aktivitas tambang di Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang kembali menuai reaksi para pelaku usaha dan pekerja yang terdampak.

Namun, pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan. Solusinya? Bertemu langsung dengan Gubernur Jawa Barat.

Ketua komisi III DPRD Kabupaten Cirebon, Anton Maulana ST MM mengatakan, penutupan akvitas tambang gunung kuda bukan menjadi domainnya pemerintah daerah. Menurutnya, itu menjadi kewenangan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

"Pemerintaan pelaku usaha maupun warga yang menginginkan dibuka kembali akvitas tambang itu ranahnya pemprov," ujar Anton, kepada Radar, Selasa (5/8/2025).

BACA JUGA:Kasus Mirip Gunung Kuda, Proses Evakuasi Korban Longsor Galian C Lihat Kondisi Tebing

Menurutnya, Gubernur Jawa Barat saat ini, Dedi Mulyadi, merupakan pihak yang berwenang memutuskan nasib tambang tersebut. Oleh karena itu, Anton mendorong agar para pelaku usaha, warga, serta perwakilan buruh tambang melakukan audiensi secara langsung dengan Gubernur.

"Dengan begitu, keluh kesah mereka bisa tersampaikan secara langsung. Terutama para buruh yang menggantungkan hidupnya dari pekerjaan harian di tambang. Mereka bekerja hari ini untuk makan hari ini juga," paparnya.

Meski mendukung dibukanya kembali aktivitas tambang, Anton menekankan pentingnya memperhatikan aspek keselamatan kerja. Ia mengingatkan bahwa segala bentuk permohonan kepada gubernur harus disertai dengan penjelasan yang rasional, terutama terkait upaya mencegah kecelakaan kerja ke depannya.

"Pun teknis penambangannya agar peristiwa longsor yang mengakibatkan musibah hingga nyawa melayang tidak terulang kembali," imbuhnya.

BACA JUGA:KNPI Sepakati Galian C Gunung Kuda Ditutup dan Siap Kawal Proses Penegakan Hukum

Sebelumnya, Pengawas Yayasan Al Islah, Apung Furqon, mengungkapkan, penutupan tambang membuat kegiatan ekonomi dan sosial yang selama ini dijalankan lumpuh total.

"Selama ini hasil tambang kami gunakan untuk mensubsidi BPJS kesehatan guru, memberi sembako setiap bulan, dan membiayai operasional pendidikan. Tapi, sekarang semua itu terhenti," ujar Apung, kepada Radar, Senin (4/8/2025).

Perlu diketahui, Yayasan Al Islah mengelola sejumlah lembaga pendidikan dari tingkat TK hingga Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI). Ia menegaskan, lokasi longsor yang menjadi alasan penutupan tambang bukan berada di wilayah tambang yang dikelola Al Islah, melainkan di lokasi tambang lain milik Al Azhariyah.

"Di lokasi yang di kami tambang, struktur tanahnya batuan keras. Risiko longsor kecil. Tambang kami menghasilkan material untuk urugan, campuran semen, keramik, dan hiasan. Tapi semuanya ikut dihentikan," kata Apung.

Dampak penutupan ini, lanjut Apung, menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap para pekerja. "Di kami, ada 15 penambang manual. Minimalnya, satu penambang punya lima orang kuli. Belum lagi petugas lapangan, pengurus, pengawas, dan karyawan kantor. Jika ditotal sampai ratusan orang yang terdampak," jelasnya.

BACA JUGA:KDM ke Gunung Kuda, Cabut Izin Semua Tambang Galian C dan Berlakukan Moratorium

Untuk guru yang berada di Yayasan Al Islah saja, ada 200 orang. Mereka biasanya mendapat subsidi BPJS kesehatan. Kini tidak lagi. Warga sekitar dan buruh pun kehilangan penghasilan harian.

"Biasanya satu truk bawa empat kuli. Belum yang angkut, bongkar, belah batu. Sekarang semuanya berhenti. Padahal mereka tetap punya cicilan, butuh makan, dan biaya hidup," ungkapnya.

Karena itu, pihaknya mendesak Gubernur Jawa Barat untuk mengevaluasi kembali kebijakan penutupan tambang secara menyeluruh.

"Kami oun tidak menolak upaya pemerintah menjaga keselamatan lingkungan, tapi menekankan pentingnya solusi," ucapnya.

BACA JUGA:Resmi, Pemprov Jabar Cabut Izin Tambang Galian C di Gunung Kuda Cirebon

"Kalau sistem penambangannya memang dinilai kurang baik, ya dibina. Diberi arahan agar tidak terulang. Jangan langsung diberhentikan tanpa solusi," tegasnya.

Ia menambahkan, Al Islah sendiri mengelola tiga lokasi tambang di Gunung Kuda. Saat ini, satu lokasi seluas 6 hektare dalam proses perizinan, satu lokasi seluas 5,25 hektare masih aktif, dan satu lagi seluas 5 hektare izinnya telah habis.

"Memang korban longsor sudah dibantu. Tapi dampak lebih luasnya harus ada solusi yang menyeluruh. Kami pun sekarang sedang mencari investor untuk melanjutkan proses penambangan yang sesuai aturan, sambil menunggu moratorium tambang di cabut," pungkasnya. (sam)

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait