Radarcirebon.com, JAKARTA – Penyelidikan kasus dugaan penggelapan dana oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) masih terus bergulir.
Kali ini, untuk kepentingan penyidikan, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri menyita sedikitnya 56 kendaraan terkait kasus dugaan penggelapan dana oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Kendaraan tersebut terdiri atas 44 mobil dan 12 sepeda motor.
"Sementara, hari ini telah disita 44 unit mobil dan 12 motor dari General Affair ACT atau Kabag Umum ACT Pak Subhan," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Rabu, 27 Juli 2022.
BACA JUGA:Gunung Raung Erupsi, Warga Diminta Tidak Panik
Penyitaan tersebut merupakan tindak lanjut dari penetapan empat orang pengurus ACT sebagai tersangka kasus penggelapan dan juga tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Barang bukti tersebut kemudian disimpan di Gedung Wakaf Distribution Center (WDC), Global Wakaf Corpora, di Jalan Serpong Parung Nomor 57 Bogor, Jawa Barat.
"Penyitaan dilakukan siang pukul 13.00 WIB," tambah Ramadhan.
Dalam kasus tersebut, polisi menetapkan pendiri sekaligus mantan presiden ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar sebagai tersangka.
BACA JUGA:Enam Partai Politik Pemilik Kursi di Parlemen Bakal Segera Daftar Sebagai Calon Peserta Pemilu
Selain itu, tersangka lain ialah Hariyana Hermain, yang merupakan salah satu pembina ACT, termasuk mengurusi keuangan.
Selain itu, polisi juga menetapkan Ketua Dewan Pembina ACT Novariandi Imam Akbari (NIA) sebagai tersangka.
Keempat tersangka tersebut diduga telah melakukan penggelapan sisa dana corporate social responsibility (CSR) dari The Boeing Company untuk ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 senilai Rp34 miliar.
BACA JUGA:Atalia: Sekoper Cinta Tumbuhkan Ekonomi dari Kreativitas Perempuan
Penyalahgunaan dana tersebut digunakan untuk keperluan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, yaitu sekitar Rp2 miliar untuk pengadaan armada truk, Rp2,8 miliar untuk program big food bus, serta Rp8,7 miliar untuk pembangunan pesantren peradaban di Tasikmalaya, Jawa Barat.
Kemudian, dana tersebut juga digunakan untuk Koperasi Syariah 212 senilai kurang lebih Rp10 miliar, dana talangan CV CUN sebesar Rp3 miliar, dana talangan PT MBGS sejumlah Rp 7,8 miliar. Sehingga total dana yang digunakan tidak sesuai peruntukannya itu sejumlah Rp34.573.069.200.
Para pengurus ACT juga menyalahgunakan dana Boeing untuk gaji para pengurus. (fin)