BACA JUGA:Jelang Indonesia vs Argentina, Ketum PSSI Erick Thohir Lakukan Inspeksi ke SUGBK
"Tetapi harus diserahkan kepada seluruh rakyat Indonesia, agar semua berpartisipasi bagi kebaikan bersama," tegasnya.
Selain itu, Fahri Hamzah menganggap sistem proporsional tertutup, khususnya dalam pemilihan anggota Legislatif akan sangat membahayakan demokrasi.
Pasalnya, partai akan memegang kontrol penuh terhadap kadernya yang duduk di DPR RI maupun DPRD Kabupaten/Kota, bukan lagi rakyat.
"Sistem tertutup itu berbahaya, karena kontrol pimpinan partai kepada anggota dewan akan makin kencang."
"Dalam sistem proporsional tertutup, siapapun yang menjadi anggota dewan akan ditentukan penuh oleh mekanisme partai, yakni dipilih oleh ketua umum," kata Fahri.
Jika rakyat hanya memilih partai politik saja, kata Fahri, maka siapapun yang dipilih partai untuk menjadi anggota dewan, kontrol akan dilakukan oleh partai politik secara menyeluruh.
BACA JUGA:Mau Tahu? Ada 9 Alasan yang Bikin Bisnis Kuliner Bankrut, Oh Ternyata
“Maka anggota dewan bisa disuruh diam, tidak perlu dengar rakyat. Kamu diam, dengerin ketua umum."
"Karena nyawamu di ketua umum, nyawamu di sekjen, maka kamu diam. Saya bilang diam kamu diam," ujarnya.
Berbeda jika sistem proporsional terbuka, dimana dalam pemilu rakyat akan memilih secara langsung individu-individu calon anggota legislatif.
BACA JUGA:Hasil Survei: Tanpa Messi, Penonton Indonesia vs Argentina Masih Tinggi
Seluruh kontrol, lanjutnya, bisa dilakukan oleh rakyat, bahkan konsekuensi elektoral bisa diterima jika performanya tidak baik saat menjabat.
"Kalau kita (pakai sistem proporsional) terbuka rakyat yang milih. Saya kalau salah nggak akan terpilih lagi oleh rakyat," terang Fahri.
Oleh sebab itu, dalam konteks perdebatan apakah sistem proporsional tertutup atau terbuka, dan saat ini perselisihannya sudah ada di tangan majelis hakim MK, maka Fahri Hamzah menyarankan agar sistem yang berjalan nanti berdasarkan putusan hakim konstitusi adalah proporsional terbuka.