"Dengan kekuasaan Allah, darah yang keluar ternyata putih," katanya.
Darah putih yang keluar, menjadi bukti bahwa semua tuduhan kuwu terhadap santri tersebut adalah tidak benar. Tetapi kebenaran tersebut tidak bisa menyelamatkan nyawa santri.
"Karena merasa malu, kuwu bersama keluarganya akhirnya kabur ke Kapetakan Cirebon," tambah dia.
Kaburnya kuwu ke arah Cirebon ternyata disertai dengan sebuah ancaman kuwu kepada semua warga Peudeuy Raweuy untuk tidak menguburkan jenazah santri tersebut.
Jika ada yang melanggar maka nasibnya akan sama dengan santri tersebut.
Warga Peundeuy Raweuy yang mendapat ancaman dari kuwunya tersebut tidak ada yang berani untuk menguburkan santri tersebut.
Melalui musyawarah dengan para tokoh desa, ditawarkanlah penguburan santri tersebut ke Desa Singkup yang merupakan tetangga Desa Peundeuy Raweuy dengan imbalan tanah seluas 25 hektare.
Tawaran tersebut disanggupi, maka dimakamkanlah santri tersebut di wilayah Desa Singkup hingga sekarang makamnya terkenal dengan nama Makam Buyut Santri Bakom.
"Nama aslinya tidak ada yang tahu, tetapi masyarakat tahunya beliau adalah tokoh agama, maka disebutlah Buyut Santri Bakom. Kenapa Bakom? Karena area persawahan itu memang namanya Bakom," pungkas Jojo.
Makam Buyut Santri hingga sekarang menjadi tempat untuk berziarah. Dan wewenang sepenuhnya berada di bawah Pemerintah Desa Singkup. (Agus)