Gairah Riset Terancam Mati, Kampus Penerima Mobil Listrik Resah

Kamis 25-06-2015,16:16 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

JAKARTA- Sikap Kejaksaan Agung memperkarakan pengadaan mobil listrik oleh tiga perusahaan BUMN berdampak serius. Saat ini, kampus penerima hibah mobil listrik resah. Semua kegiatan riset yang menyangkut pengembangan kendaraan listrik yang semula aktif dilakukan mahasiswa dan dosen seketika dihentikan. Salah satu perguruan tinggi yang menghindari risiko hukum itu adalah Universitas Indonesia (UI). Salah satu kampus terbaik tersebut mendapatkan hibah sebuah MPV listrik dari Pertamina. Namun, lebih dari sebulan ini mobil listrik tersebut tidak tersentuh. Kendaraan itu berada di bagian barat gedung fakultas teknik dengan ditutupi sarung mobil silver. \"Terakhir mungkin sebulan lalu masih diujicobakan mahasiswa. Dibuat jalan, dipindah-pindah parkirnya,\" ujar salah seorang staf di laboratorium Fakultas Teknik (FT) UI yang tidak mau disebutkan namanya. Dekan FT UI Prof Dedi Priadi mengatakan, Pertamina menghibahkan mobil itu karena selama ini kampusnya memiliki tim mobil listrik. Sebelum mendapatkan mobil tersebut, UI telah mengembangkan mobil listrik dari modifikasi Toyota Kijang Super. Mereka juga berhasil membuat mobil listrik jenis city car. Dedi mengatakan, mobil hibah dari Pertamina itu sebenarnya sangat bermanfaat untuk kebutuhan riset kampusnya. \"Sebab, kami belum mengembangkan mobil listrik untuk jenis MVP. Karakter dan spesifikasi setiap jenis mobil kan beda-beda,\" katanya. Selama ini, riset terhadap mobil hibah itu rutin dilakukan tim UI. Mulai uji stabilitas motor listrik sampai kemampuan pengisian baterai. \"Terjadwal itu uji performance-nya. Sering saya lihat dibuat muter-muter oleh tim mobil listrik UI kok,\" katanya. Kini, sejak keberadaan mobil hibah itu diperkarakan, tim UI tidak berani menyentuhnya. Mereka khawatir terjadi masalah di kemudian hari karena kendaraan tersebut dijadikan barang bukti penyidikan. \"Kami orang teknik, tidak mengerti hukum. Jadi, ya tidak berani menyentuhnya,\" kata Dedi. Dedi mengakui, saat mobil hibah itu didatangkan, memang terjadi masalah dengan baterainya. Dia menduga, kerusakan tersebut terjadi saat proses membawa mobil hibah itu dari Pertamina ke kampus UI. \"Seingat saya, masalah terjadi karena proses menderek mobil itu dari Pertamina ke kampus UI,\" terangnya. Saat itu, mobil diderek hanya dengan mengangkat roda depannya sehingga roda penggerak di belakang terus jalan dan terjadi masalah. Masalah tersebut akhirnya terselesaikan oleh tim riset mobil listrik UI yang terdiri atas dosen dan mahasiswa. Pada bagian lain, Wakil Rektor ITB Bidang Keuangan, Perencanaan, dan Pengembangan Wawan Gunawan Abdul Kadir juga mengatakan, mobil hibah yang didapat dari Pertamina selama ini benar-benar dipakai untuk kebutuhan riset. \"Sejak serah terima hingga sekarang, mobil ini sebagai referensi riset mobil listrik ITB,\" ujar Wawan. Detail mobil dari Pertamina itu dipelajari, mulai konstruksi, setting dalamannya, hingga jeroan mesinnya. Seperti yang terjadi di UI, kini gairah untuk memperoleh ilmu mahasiswa dan dosen ITB harus dipadamkan. Sekali lagi, mereka tidak ingin terlibat dalam proses hukum yang sedang gencar dijalankan. Apalagi, Kejagung mulai menyita mobil-mobil yang sebenarnya digunakan untuk kebutuhan riset tersebut. Penyitaan mobil listrik itu dilakukan penyidik Kejagung, Selasa (24/6). Namun, kemarin (25/6) mereka sengaja memamerkan kendaraan sitaan dengan maksud agar masyarakat tahu kondisi mobil tersebut. \"Agar masyarakat tahu keganjilan di balik proyek senilai Rp32 miliar ini,\" kata Kepala Subdit Penyidikan Tindak Pidana Khusus Kejagung Sarjono Turin. Keganjilan yang dimaksud Sarjono ternyata bodi mobil listrik itu yang dinilai menggunakan bodi Toyota Alphard keluaran 2002. Dasep Ahmadi selaku pembuat mobil dinilai sengaja menyamarkan wujud asli Alphard. \"Mobil listrik ini ganjil dan berbahaya karena tak lulus uji emisi dan tidak dapat izin test drive dari Kementerian Perhubungan,\" kata Sarjono. Menurut Turin, kecepatan maksimum mobil seharga Rp2 miliar itu hanya mencapai 29 km/jam. Menurut dia, jika melebihi 70-80 km/jam, bisa overheat. \"Karena itu, berbahaya jika dipakai di jalan umum,\" ujarnya. Pernyataan Turin itu sontak menjadi pergunjingan di masyarakat, khususnya di media sosial. Terutama terkait kalimat bahwa mobil listrik karya Dasep tersebut tidak lulus uji emisi. Sebab, mobil listrik memang tidak memiliki emisi. Bahkan, mulai muncul meme gambar Turin dengan kalimat, \"Mobil listrik rugikan negara terbukti tidak lulus uji emisi\". Kekhawatiran adanya usaha menggunakan kendaraan riset di jalan umum juga terasa berlebihan karena mahasiswa dan dosen selama ini hanya menggunakan di lingkungan kampus. Kapuspenkum Kejagung Tony Spontana mengatakan, mobil yang diamankan total delapan unit. Semuanya diamankan dari perusahaan Dasep, PT Sarimas Ahmadi Pratama, di Jalan Jati Mulya, Cilodang, Depok, Jawa Barat. Kendaraan yang disita itu adalah 3 kendaraan jenis microbus electric car (dari dana PT Perusahaan Gas Negara), 1 microbus electric car solar cell (dari dana PGN), 1 executive electric car (PGN), 2 unit microbus electric car (dari dana BRI), dan 1 microbus electric car solar cell (BRI). Microbus yang dimaksud Kejagung itu tidak lain mobil yang lazim disebut multi purpose van atau MPV. Sebagaimana diketahui, Kejaksaan Agung mempermasalahkan pengadaan 16 mobil listrik dengan dana sponsorship tiga perusahaan BUMN; Pertamina, PGN, dan BRI. Mereka menganggap pengadaan itu merugikan negara hingga Rp32 miliar. Nilai tersebut bukan dari audit kerugian negara, namun hanya berdasar total lost sesuai anggaran pengadaan mobil listrik itu. Pengusutan tersebut kemudian coba dikaitkan dengan Dahlan Iskan yang saat itu berposisi sebagai menteri BUMN. Apalagi selama ini Dahlan dikenal sebagai tokoh yang getol menggagas mobil listrik untuk Indonesia. Versi pengacara Dahlan, Yusril Ihza Mahendra, pengadaan 16 mobil listrik tersebut beberapa kali dibahas dalam rapat kabinet. Presiden saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono, ingin pemerintah bisa memamerkan mobil listrik buatan dalam negeri dalam KTT APEC di Bali pada 2013. Sebagian mobil listrik yang disiapkan untuk APEC itu kini dihibahkan ke sejumlah universitas. Di antaranya, Universitas Indonesia (UI), Universitas Brawijaya (Unibraw), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), dan Universitas Riau (Unri). Setiap kampus pelat merah tersebut mendapatkan satu unit mobil listrik. (gun/wan/c6/kim)

Tags :
Kategori :

Terkait