Larangan Study Tour Dedi Mulyadi Tidak Berkekuatan Hukum, GAPITT Ciayumajakuning: Hanya Statement di Medsos
Wakil Ketua GAPITT Ciayumajakuning, Nana Yohana menyayangkan statement Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi dengan adanya larangan study tour.-Tangkapan layar-Facebook @Nana Joe
BACA JUGA:Kecewanya Forum PPPK Tahap 1 Kota Cirebon Gegara Pengangkatan Ditunda Tahun Depan: Keburu Pensiun
"Kalau misalnya dilarang, dampaknya akan kemana-mana. Tidak hanya biro perjalanan, PO Bus, sopir, kernet, UMKM dan penjaga toilet. Efek dominonya ke mana-mana," ujar Nana.
Nana menjabarkan, dalam sekali keberangkatan karya wisata, armada bus yang diturunkan tidak minimal 2 yang berangkat.
Hal tersebut, sebutnya, bisa menjadi penghasilan tambahan secara tidak langsung bagi jasa tukang parkir atau penjaga toilet.
"Karena dalam sekali perjalanan, bus yang berangkat minimal 2 hingga 10 bus. Bagi yang memiliki bisnis toilet, itu kan sangat menguntungkan. 1 orang dua ribu dikali berapa? Dampaknya sangat besar bilamana terjadi larangan," paparnya.
Kebijakan tersebut kini sudah banyak yang melaksanakan. Meski pun diantaranya masih banyak yang menunggu kebijakan resmi yang bakal dikeluarkan.
Untuk saat ini, Nana bersama biro-biro yang ada di Ciayumajakuning, tengah melakukan koordinasi untuk menyikapi hal tersebut.
"Kita tergabung di dalam Forum Lintas Pariwisata (Forlista) yang beranggotakan empat asosiasi, sepakat satu suara, satu visi untuk berjuang bersama-sama. Menyampaikan aspirasi kepada kepala daerah agar tidak mengeluarkan larangan study tour," tegas nana.
Adapun upaya yang sudah dilakukan GAPITT Ciayumajakuning, menghadap ke DPRD Komisi III dengan harapan bisa dilakukan audiensi dengan semua kepala daerah.
"Menyampaikan aspirasi yang menyarankan untuk dilakukan audiensi dengan kepala daerah," ujar Nana.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengeluarkan larangan sekolah untuk melakukan study tour.
Adapun larangan tersebut dikeluarkan, untuk menghindari terjadinya kecelakaan dan mengurangi beban finansial orang tua siswa.
Kebijakan tersebut ternyata mengundang banyak reaksi. Asosiasi biro perjalanan dan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), menanggapi larangan tersebut.
Sebagai bentuk kekecewaan, Asosiasi Biro Perjalanan yang ada di Jawa Tengah, memboikot pariwisata Jawa Barat dari paket wisata sampai larangan tersebut dicabut.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:


