Ok
Daya Motor

Media Sosial, Motivasi Belajar, dan Realitas Siswa Cirebon di Era Digital

Media Sosial, Motivasi Belajar, dan Realitas Siswa Cirebon di Era Digital

Media Sosial, Motivasi Belajar, dan Realitas Siswa Cirebon di Era Digital-Istimewa-radarcirebon

RADARCIREBON.COM - Penggunaan media sosial di kalangan pelajar Cirebon meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir dan menjadi bagian dari rutinitas harian mereka.

Instagram, TikTok, YouTube, hingga WhatsApp bukan lagi sekadar hiburan, tetapi ruang bagi siswa berkomunikasi, membangun relasi, dan mengekspresikan diri.

Perubahan ini menegaskan betapa kuatnya teknologi digital membentuk budaya belajar generasi muda. Namun, pertanyaan penting muncul: sejauh mana media sosial memengaruhi motivasi belajar siswa di wilayah Cirebon yang tengah berkembang sebagai kota pendidikan?

Di sisi positif, media sosial membuka peluang besar untuk memperluas akses belajar. Banyak siswa memanfaatkan video edukatif, rangkuman materi singkat, hingga micro-learning sebagai cara cepat memahami pelajaran.

BACA JUGA:Biodata Suyudi Ario Seto, Kepala BNN yang Ungkap Buron Interpol Penyelundup Sabu 2 Ton

Beberapa guru baik di sekolah negeri maupun swasta telah memanfaatkan platform digital untuk membagikan materi, menyampaikan pengumuman, dan memberi latihan soal.

Komunitas belajar lokal seperti Forum Pelajar Cirebon pun semakin aktif mengadakan diskusi daring serta berbagi referensi melalui grup media sosial. Semua ini menunjukkan bahwa apabila diarahkan dengan tepat, media sosial dapat menjadi sumber motivasi, pemicu rasa ingin tahu, sekaligus ruang kreativitas bagi siswa.

Namun, kenyataan di lapangan memperlihatkan bahwa penggunaan media sosial juga membawa tantangan serius. Distraksi menjadi problem paling nyata. Arus konten cepat dan budaya scroll tanpa henti membuat fokus siswa mudah terpecah.

Banyak yang mengaku hanya ingin membuka ponsel “sebentar saja,” tetapi kemudian menghabiskan waktu berpuluh menit menonton video hiburan. Kebiasaan ini menggerus jam belajar dan menurunkan kualitas konsentrasi.

BACA JUGA:Derita Tumor Pembuluh Darah, Keysa Asal Indramayu: Menahan Nyeri Demi Sekolah dan Impian Jadi Dokter

Fenomena FOMO (fear of missing out) turut memberi tekanan psikologis: siswa merasa perlu terus mengikuti tren agar tidak tertinggal, sehingga waktu belajar makin terpinggirkan.

Bahaya lain yang muncul adalah menurunnya kesabaran dalam membaca dan kemampuan memahami bacaan mendalam. Karena terbiasa dengan konten singkat dan visual, banyak siswa menjadi cepat bosan ketika berhadapan dengan materi pelajaran yang menuntut perhatian lebih lama.

Di sejumlah sekolah, guru melaporkan bahwa siswa kini lebih sulit mempertahankan fokus selama pembelajaran berlangsung. Kondisi ini menunjukkan bahwa media sosial tidak hanya mengganggu waktu belajar, tetapi juga perlahan memengaruhi cara mereka berpikir.

Lingkungan keluarga dan sekolah pun ikut menentukan bagaimana kebiasaan digital terbentuk. Tidak semua orang tua memahami cara mendampingi anak menggunakan gawai secara proporsional. Sebagian menggunakan ponsel sebagai alat menenangkan anak setelah sekolah, sehingga pola screen time berlebih terbentuk sejak dini.

BACA JUGA:Kisah Santri Korban Begal di Majalengka: Motor Kembali, Pihak Korban Apresiasi Kinerja Polisi

Sekolah juga menghadapi dilema: ponsel dibutuhkan untuk akses materi digital, tetapi ketika penggunaannya tidak terkendali, perangkat tersebut justru menjadi sumber gangguan terbesar.

Ketimpangan akses internet antara mereka yang memiliki koneksi stabil dan yang hanya mengandalkan paket data terbatas ikut menciptakan perbedaan motivasi dalam belajar digital.

Menyadari kompleksitas ini, peran guru dan orang tua menjadi sangat penting. Guru dapat mengarahkan siswa pada penggunaan media sosial yang lebih produktif, misalnya dengan merekomendasikan akun edukatif, membuat proyek belajar berbasis konten kreatif, hingga membangun literasi digital agar siswa mampu memilah informasi.

Orang tua dapat menetapkan aturan penggunaan gawai yang wajar, menciptakan suasana belajar kondusif di rumah, dan membuka ruang dialog ketika anak tampak terbebani oleh tekanan digital.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: