Fans Sudah Murka, Akankan Juventus Pecat Allegri Setelah Kalah dari Benfica?
Pelatih Juventus Massimiliano Allegri. Foto: -Juventus-
Juve era Allegri cenderung bermain aman, bukannya bertujuan meraih kemenangan namun menghindari kekalahan.
Jika itu dilakukan saat menghadapi klub-klub yang di atas kertas lebih kuat, bisa dimaklumi, namun pola permainan 'pengecut' itu malah lebih sering ditampilkan saat lawan tim-tim kecil.
Contoh terbaru adalah ketika harus susah payah mengejar ketertinggalan untuk meraih hasil imbang 2-2 lawan Salernitana di kandang sendiri, Senin 12 September 2022.
Terlepas dari kontroversi VAR yang ada, sungguh tidak sepantasnya Juve berada di situasi itu, dengan nama dan reputasi besar mereka.
Jurnalis ternama Italia, Carlo Garganese sampai geram menonton permainan Juve era Allegri, bahkan tak segan untuk menjulukinya sebagai "pelatih dinosaurus" karena pola usangnya yang sama sekali tidak efektif dan tidak membuahkan hasil.
Betapa kacaunya filosofi kepelatihannya, tidak ada pertahanan yang kokoh, penguasaan bola yang amburadul, pemilihan formasi yang cenderung monoton, tidak berani mengambil keputusan ekstrem.
Pola pikir seperti ini membuat talenta-talenta muda yang dimiliki Juve seperti Dusan Vlahovic dan Federico Chiesa sulit memenuhi potensi terbaik mereka.
Karena itu, desakan semakin kuat dari fans Juventus agar manajemen segera pecat Allegri.
Beruntung, Allegri di Serie A bukan Liga Primer
Seruan berupa tagar #AllegriOut sudah menggema sejak beberapa pekan terakhir. Hal ini menggambarkan betapa frustrasinya fans Juventus dan ingin agar manajemen segera pecat Allegri.
Memang, mengganti pelatih bukan jaminan adanya perbaikan, namun setidaknya dibutuhkan penyegaran karena Juventus sudah terlalu lama terjebak dalam nuansa romantisme semu dengan Allegri.
Masalahnya, keinginan suporter sepertinya tidak sejalan dengan manajemen Juventus.
Jika berkaca pada apa yang dilakukan Chelsea, memecat Thomas Tuchel di awal musim ini hanya karena beberapa hasil negatif, kendati sang pelatih sukses mempersembahkan trofi Liga Champions, hal semacam itu tampak sulit terwujud di Turin.
Faktor finansial klub menjadi pembeda. Juventus, meski punya status sebagai salah satu klub terkaya di Italia dan Eropa, tidak punya tradisi untuk gemar mengganti pelatih.
Mereka masih terlalu menguntungkan untung dan rugi ketimbang hasil di lapangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: