HASIL RISET, 87 Persen Anak-Anak dari Keluarga Miskin akan Tetap Miskin ketika Dewasa Nanti

Hasilnya, kemiskinan anak adalah perkara yang kompleks. Sebab, kemiskinan keluarga akan membatasi akses anak-anak terhadap berbagai kesempatan. 

Sebagai contoh pendidikan berkualitas, pelayanan kesehatan berkualitas dan lain-lain. Yang mana hal ini dibutuhkan untuk memperbaiki ekonomi.

Sementara anak-anak dari keluarga tidak miskin, berpeluang untuk mendapatkan pendidikan nonformal. Baik yg menunjang pendidikan yg selaras, maupun keterampilan lain.

Begitu juga anak-anak tidak miskin memiliki peluang lebih besar untuk melakukan mobilitas, mendapat pengalaman baru, dan menjalin relasi.

BACA JUGA:Selamatan Kebun Tebu, Distan Kab Cirebon: Semoga Panen dan Giling Berjalan Lancar

BACA JUGA:Masih Ada Kesempatan! Kemenang Perpanjang Pelunasan Biaya Haji Sampai 19 Mei 2023

Hasil riset itu juga disebutkan, pola asuh dari orangtua yang miskin, cenderung reaktif dan otoriter. Orangtua yang miskin, cenderung tidak mau tahu alasan di balik mereka melakukan hal-hal yang dinilai “negatif".

Misalnya, anak-anak mereka membolos sekolah karena dibully di sekola. Orangtua akan langsung marah dan menghukum. Orangtua yg miskin, cenderung tidak mau tahu alasan di balik tindakan anak-anaknya.

Akibatnya, anak2 ini malah lebih semakin trauma akan pendidikan. Mereka akan lebih malas untuk sekolah. Padahal pendidikan adalah akses yang tepat untuk mengubah kondisi ekonomi mereka.

Sebab-sebab di atas, mengecilkan peluang anak-anak yang terlahir di keluarga miskin untuk keluar dari rantai kemiskinan. 

Setuju atau tidak dengan hasil riset tersebut, tapi patut kita jadikan acuan. Siapa tahu ada 13 persen peluang keluarga miskin untuk keluar dari rantai kemiskinan, bisa dimaksimalkan. Dan bisa menjadi motivasi bagi keluarga miskin lainnya untuk berubah. (*)

Sumber: