Pelet Marongge, Pengasihan di Makam Prajurit Wanita Mataram yang Kalah Perang, Lokasi Dekat Bandara Kertajati

Pelet Marongge, Pengasihan di Makam Prajurit Wanita Mataram yang Kalah Perang, Lokasi Dekat Bandara Kertajati

Pengasihan atau Pelet Marongge yang kerap dikaitkan dengan Makam Keramat Marongge Tomo Kabupaten Sumedang. -Trans Media/ist-radarcirebon.com

BACA JUGA:MANTAP! Stasiun dengan Kepuasan Pelanggan Tertinggi, Stasiun Prujakan Cirebon Nomor 2 di Indonesia

Ternyata mereka gagal melaksanakan misinya untuk menaklukan kerajaan Panjalu. Karena gagal, mereka memilih tidak kembali ke Mataram.

Apalagi mereka tahu, hukuman gagal melaksanakan misi alias kalah perang sangat berat. Mereka bisa dihukum mati.

Akhirnya mereka pun lebih memilih tinggal di sebuah desa yang sekarang bernama Marongge.

Kata Marongge, berawal ketika Mbah Gabug menghilang selama tiga tahun empat puluh satu hari. Mbah Gabug ditemukan saudaranya dalam keadaan tafakur.

BACA JUGA:Penganiayaan dengan Cangkul di Mundu Kabupaten Cirebon, Pelaku Ditangkap, Korban Masih di ICU

Kondisi Mbah Gabug sudah mengkhawatirkan. Bahkan sudah hampir meninggal.

Lalu mereka mendengar suara gaib. Suara itu memerintahkan agar ketiga saudara Mbah Gabug itu untuk mencari “kilaja susu munding” sebagai obat bagi Mbah Gabug.

Setelah sembuh Mbah Gabug justru menyuruh ketiga saudaranya menggali tanah bekas dirinya ditemukan terbaring. Usai digali, Mbah Gabug masuk ke dalamnya.

Sejurus kemudian memerintah ketiga saudaranya untuk menutup lubang galian itu dengan rengge. Rengge adalah sejenis ranting bambu haur. Usai Mbah Gubug ditutupi rengge itu, ketiga saudaranya disuruh pulang.

BACA JUGA:Adu Jodoh dan Ritual Asihan Ilmu Pelet di Makam Keramat Marongge, Tak Jauh dari Exit Tol Cisumdawu Jaya

Karena penasaran dengan apa yang akan dilakukan Mbah Gabug, ketiga saudara ini kembali ke tempat itu menjelang tengah malam.

Mereka sungguh terkejut ketika dari tempat itu terlihat merong atau cahaya memanca. Akan tetapi tubuh Mbah Gabug tidak kelihatan lagi. 

Akhirnya nama itu hingga kini disebut Marongge. Berasal dari kata “merong” yang artinya cahaya yang memancar dan “rengge” atau rantinb bambu haur.

Cerita itu sudah berlangsung turun menurun. Warga sekitar pun banyak yakin dengan cerita itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: