Ombudsman RI : Program Penangkapan Ikan Terukur Dinilai Belum Akuntabel dan Transparan
Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto -Ist-radarcirebon
BACA JUGA:Debat Capres dan Cawapres Tahap Pertama, KPU Tunjuk 11 Pakar untuk Jadi Panelis
“Berdasarkan hasil survei, diketahui masih terdapat nelayan yang melaut lebih dari 12 mil namun tidak memiliki izin sama sekali atau hanya memegang izin dari pemerintah provinsi. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa KKP belum optimal melakukan pengawasan secara intensif dan menjangkau seluruh wilayah perikanan tangkap di Indonesia,” jelas Hery.
Selanjutnya Ombudsman juga menemukan fakta di lapangan bahwa edukasi dan bimbingan teknis kepada nelayan atau pelaku usaha maupun petugas di daerah masih sangat kurang.
Di samping itu, belum semua pelabuhan perikanan menyediakan gerai layanan perikanan tangkap yang berfungsi untuk memfasilitasi nelayan, pelaku usaha perikanan dalam proses migrasi perizinan dan sebagai tempat pengaduan atau tanya jawab terkait kebijakan PIT berbasis kuota dan zona.
Ombudsman juga menyoroti permasalahan tata kelola BBM bersubsidi untuk nelayan.“ BBM bersubsidi untuk nelayan bukan saja terkait dengan pasokan dan rantai distribusi, namun permasalahan dari sektor hulu ke hilir yang perlu pembenahan.
BACA JUGA:Kemenkes Perintahkan Puskesmas dan Fasyankes untuk Kembali Layani Vaksinasi Covid-19
Apabila permasalahan BBM bersubsidi masih belum dapat diselesaikan, terutama soal pemerataan pasokan ikan, maka kewajiban untuk melakukan pembongkaran di pelabuhan perikanan setempat tidak dapat maksimal dilaksanakan,” terang Hery.
Ombudsman menemukan masih banyaknya perizinan pada sektor perikanan tangkap bahkan aplikasi yang digunakan lebih dari satu. Nelayan dan pelaku usaha juga mengeluhkan adanya pungutan seperti biaya tambatan, biaya bongkar dan PNBP yang semakin lama semakin besar.
Ombudsman memberikan saran kebijakan di antaranya, pada aspek regulasi, Ombudsman mendorong urgensi konsultasi publik dalam merancang regulasi dan penyusunan kebijakan terkait PIT dengan mengoptimalkan pelibatan seluruh pemangku kepentingan secara aktif. “Yang tak kalah penting memastikan perlindungan terhadap nelayan kecil dilakukan secara maksimal dengan memperkuat sisi regulasi yang mengamanatkan secara mandatory perlindungan bagi nelayan kecil.
Pada aspek implementasi, Ombudsman memberikan saran perbaikan di antaranya agar KKP memperkuat sistem dan mekanisme pengawasan mengenai subsektor perikanan tangkap, Selanjutnya, agar KKP meningkatkan kegiatan edukasi dan bimbingan teknis secara masif kepada para nelayan, pelaku usaha penangkapan ikan dan pelaku usaha pengangkutan ikan serta petugas terkait penangkapan ikan terukur di daerah.
BACA JUGA:Buka Lembaran Baru, Pedangdut Rizki DA Nikahi Hersa Rahayu Julianti
“Ketersediaan stok BBM bersubsidi dan kemudahan akses mendapatkan BBM Bersubsidi dapat diselesaikan. Hal tersebut penting, mengingat kebijakan PIT mewajibkan kapal membongkar hasil ikan di Pelabuhan pangkalan yang dipilihnya, maka ketersediaan stok BBM Bersubsidi harus merata di setiap titik pelabuhan perikanan,” tegas Hery.
Selanjutnya, Ombudsman menyarankan agar pemerintah menyetujui perizinan dan mengintegrasikan ke dalam sistem terpadu antara pemerintah daerah, kementerian kelautan dan perikanan maupun Kementerian Investasi/BKPM selaku pengelola OSS. Dengan demikian setiap perizinan dapat melakukan pemantauan bersama dan tidak menimbulkan tumpang tindih perizinan.
“Agar penyelenggara pelayanan terkait menutup potensi terjadinya maladministrasi pelayanan publik dan mengoptimalkan mekanisme tindak lanjut pengaduan yang responsif,” ujar Hery.
Kajian ini mengambil lokasi di PPS Lampulo Aceh, PPN Karangantu Banten, PPS Nizam Zachman, PPM Muara Angke Jakarta, Kejawaan Jawa Barat, Cilacap, PPN Prigi, PPN Pemangkat, PPN Sungai Rengas, PPS Bitung, PPS Ternate.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: