Bupati Cirebon Ajukan Judicial Review

Bupati Cirebon Ajukan Judicial Review

CIREBON - Keputusan yang memenangkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dipilih DPRD, ditanggapi beragam oleh berbagai pihak. Bupati Cirebon Drs H Sunjaya Purwadisastra MM MSi menegaskan, dirinya bersama rekan-rekan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) akan melakukan konsolidasi guna mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kepada Radar, Bupati Sunjaya mengatakan, sesuai kesepakatan awal bahwa APKASI tetap menolak pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Maka, dengan disahkannya Undang-Undang Pilkada yang di dalamnya memerintahkan agar pemilukada dipilih DPRD, jelas menciderai demokrasi dan memasung hak konstitusi rakyat. “Kedaulatan harus di tangan rakyat secara keseluruhan, bukan pada orang perorang atau perwakilan,” katanya. Ketua Fraksi Nasdem Kota Cirebon, Harry Saputra Gani menganggap pilkada dikembalikan ke DPRD adalah bentuk kemunduran demokrasi bangsa, karena rakyat tidak bisa memilih langsung untuk menentukan kepala daerahnya. “Hari ini saya pastikan pemilihan langsung DPRD kecenderungan orang yang dekat DPRD akan terpilih,” kata pria yang akraba disapa HSG. Namun demikian, HSG tetap menilai penerapan UU Pilkada di Kota Cirebon melalui DPRD tentu saja harus disikapi dengan baik, karena mau tidak mau akan berimbas di pilkada 2018. Berbeda dengan Sunjaya dan Harry, anggota Fraksi Partai Golkar Kota Cirebon, Agung Supirno SH mengapresiasi UU Pilkada yang baru disahkan. Dia juga menyangkal pendapat yang menyatakan kalau pilkada melalui DPRD akan menjadi politik transaksional. Pasalnya, dalam pilkada melalui DPRD pun fungsi pengawasan oleh Bawaslu/Panwaslu tetap berjalan. “Kalau memang ada money politic, ada mekanisme yang bisa langsung dilaporkan. Secara otomatis pasti dicoret kepesertaannya dalam pencalonan. Pilkada melalui DPRD bukan berarti menghilangkan fungsi lainnya, pengawas pemilu akan tetap berjalan,” tegasnya. Di sisisi lain, Agung menganggap dilakukannya pemilihan lewat DPRD jelas akan menghemat anggaran negara hingga Rp41 triliun. Faktor lainnya dengan pilkada tidak langsung, akan memotong jaringan mafia pilkada yang selalu bermain pada saat momen pesta demokrasi itu. “Mekanisme kepala daerah dipilih DPRD bisa mengembalikan dan memperkuat posisi partai politik sebagai pilar demokrasi,” tegasnya. Akademisi Unswagati, Sigit SH MH menilai disahkannya UU Pilkada sedikit banyak akan berpengaruh terhadap peran Komisi Pemilihan Umum (KPU). Meskipun peran KPU tetap dibutuhkan, akan ada beberapa perubahan. Peran KPU akan lebih bersifat teknis terhadap pilkada yang dilakukan DPRD jika dibandingkan terdahulu yang tidak secara teknis dalam penyelenggaraan pilkada secara langsung. Biasanya, kata Sigit, KPU menunggu data-data yang terhimpun dari KPPS ke PPS desa sampai tingkat kecamatan, baru masuk ke KPU. Ada baiknya pemilihan yang dilakukan secara tidak langsung, KPU tidak lagi direpotkan data base kependudukan serta penyelewengan suara oleh oknum KPU sendiri maupun yang lain. “Tidaklah lepas kiranya KPU akan tugas dan tupoksinya, hanya saja mungkn dalam hal pelaksanaan teknisnya harus lebih jelas,” tandasnya. Ketua KPU Kota Cirebon, Emirzal Hamdani SE Ak saat ditanya tentang kelangsungan KPU ketika pilkada melalui DPRD, dia mengaku belum tahu. Emir beralasan dirinya belum membaca undang-undangan yang baru. “Belum tahu, belum baca undang-undangnya,” pungkasnya. (jun/abd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: