KPK Lamban Tangani Korupsi Haji

KPK Lamban Tangani Korupsi Haji

SDA Sudah 5 Bulan Tersangka, Berkas Perkara Masih Belum Rampung JAKARTA - Komitmen KPK untuk segera menuntas­kan dugaan korupsi penyelenggaraan haji 2012-2013 perlu dipertanyakan. Sebab, lima bulan sejak penetapan mantan Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA) sebagai tersangka, berkas perkaranya belum juga sampai 50 persen. Itu juga membuat dia tidak bisa ditahan KPK. Ketua KPK Abraham Samad mengatakan tidak semua kasus bisa diselesaikan cepat. Dia tahu, banyak yang mengkritik karena beberapa penanganan kasus dianggap lamban karena tidak juga berujung pada penahanan tersangka. ”Memang itu harus terjadi, jadi kalau kita belum menyelesaikan berkas 50 persen, kita nggak mungkin menahannya,” ujarnya. Alasannya masih sama, KPK terbentur pada masa penahanan maksimal 120 hari. Kalau jangka waktu itu habis dan berkas belum juga selesai, maka politisi PPP itu harus dibebaskan. Samad menghibur dengan menegaskan tidak ada kasus di KPK yang setelah penetapan tersangka, orangnya tidak ditahan. ”Tidak ada itu. Yang bisa saya kasih kepastian, yakinlah dan percaya tidak ada kasus disini yang dipetieskan,” tegasnya. Lebih lanjut Samad menjelaskan, salah bukti bahwa perkara itu tidak berhenti adalah penggeledahan di KBIH Al Amin Universal milik mantan Wakil Ketua MPR, Melani Leimena. Meski informasi tentang Al Amin sudah lama muncul, penyidik baru melakukan penggeledahan karena banyak lokasi yang harus digeledah. ”Hasil pemeriksaan dan penggeledahan pertama, kita coba simpulkan dan rumuskan. Dari hasil itu, ternyata masih ada yang kurang. Kita geledah lagi,” jelasnya. Al Amin Universal ikut menjadi lokasi yang digeledah karena informasinya terus berkembang. Termasuk saat mengkonfirmasi melalui dokumen-dokumen lainnya. Wakil Ketua Busyro Muqoddas menambahkan, Al Amin ikut digeledah karena persoalan kasus haji itu kompleks. Tidak hanya soal pemondokan, tetapi juga transportasi, hingga kuota. Pihaknya ingin melihat, apakah ada pemberian kuota prioritas kepada calon jamaah haji yang sudah daftar maupun usia lanjut. ”Ada tidak pemberian itu, ada nggak yang kemudian tidak diberikan kepada prioritas lalu diberikan kepada sejumlah pejabat. Itu menjadi bagian dari nepotismenya mantan menteri agama itu (SDA, red),” jelasnya. Meski para pejabat itu mengaku membayar melalui Al Amin, Busyro tidak memper­masa­lahkan. Sebab, bukan soal membayarnya yang menjadi masalah. Tetapi kuota kosong jamaah haji yang diberikan kepada non jamaah haji. KPK ingin tahu karena pengalihan kuota itu sangatlah mahal. Kalau ada pengalihan, lanjut Busyro, apakah ditempuh dengan abuse of power authority atau tidak. Meski demikian, lembaga antirasuah butuh informasi lebih dalam sebelum memastikan pemilik Al Amin dan anggota DPR menjadi potential suspect. (dim)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: