Wali Kota Pertanyakan KIS dan KIP
Harusnya Pusat Gandeng Daerah agar Program Tepat Sasaran CIREBON - Pemerintah Daerah mengaku belum mengetahui adanya program bantuan berupa Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Keluarga Sehat (KKS). Wali Kota Cirebon, Drs H Ano Sutrisno MM termasuk salah seorang kepala daerah yang mempertanyakan program baru tersebut. “Saya sendiri belum tahu, kalau memang semua warga Indonesia dapat itu program yang bagus, saya menyambut baik. Cuma sampai sekarang pemerintah daerah belum pernah diajak bicara,” terang dia saat dijumpai Radar Cirebon di Gedung DPRD Kota Cirebon, kemarin. Mantan Kepala BKPP Wilayah III Jawa Barat ini mengatakan, seharusnya pemerintah pusat menggandeng pemerintah daerah agar program bantuan itu tepat sasaran. Ano mengaku program bantuan pemerintah kerap kali bermasalah dengan masalah data penerima. Sehingga pemutakhiran data juga sangat dibutuhkan agar program tersebut berhasil membantu masyarakat. “Saya sih harapannya seluruh warga Indonseia itu dapat,” jelasnya. Namun demikian, Ano menyebut untuk pemutakhiran data ini juga harus melibatkan pemerintah daerah. “Masyarakat kan ada di kabupaten dan kota, makanya pemda harus dilibatkan terutama jangan sampai salah sasaran,” ujarnya. Sementara Bupati Hj Anna Sophanah menyambut baik Program Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang baru saja diluncurkan oleh Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi). Untuk pemerintah kabupaten (Pemkab) Indramayu, kebijakan tersebut sudah berjalan sejak tahun 2013 lalu. Yakni, telah meluncurkan program Kasep (Kartu Pintar dan Kartu Sehat). “Kami beryukur pemerintah pusat telah meluncurkan program yang sama dengan Indramayu. Sejak satu tahun lalu, kami sudah meluncurkan program tersebut dan sekarang sudah berjalan di masyarakat,” jelas Hj Anna kepada Radar di ruang kerjanya, Kamis (6/11). Anna menjelaskan, sebagai masyarakat Indramayu itu patut berbangga dengan program pemkab yang sekarang ditiru pemerintah pusat. Sebab pemerintah pusat telah meluncurkan Program Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang sama dengan Indramayu. Hanya lanjut Anna, sampai saat ini pemerintah pusat belum melakukan koordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota terkait juklak dan juknis pemberlakuan program yang diusung Presiden Jokowi_JK. Program dari pemerintah pusat tidak akan berjalan dengan baik hingga ke daerah, jika progran itu tidak diselaraskan dengan pemerintah daerah. Pemerintah pusat dituntut untuk melakukan koordinasi antara pemerintah pusat dengan daerah supaya tidak tumpang tindih. Pemerintah daerah di bawah kepemimpinanya sudah satu jalan melakukan program yang persis dengan pemerintah pusat. Pemerintah pusat juga harus mampu mengakomodir keinginan masyarakat yang ada di daerah. Data yang didapat, kata dia, harus berdasarkan data yang benar, artinya harus tepat sasaran dan merata. Ketika pemberian kartu itu tidak merata dan tidak tepat sasaran, maka akan terjadi konflik di daerah. “Yang jelas saya masih menunggu perintah dari pemerintah pusat. Jangan sampai masyarakat miskin di Indramayu tak terakomodir,” ungkapnya. Ditambahkannya, sebanyak 40.000 warga Kabupaten Indramayu berhak mendapatkan Kartu Sehat yang dibiayai APBD Kabupaten dengan anggaran mencapai Rp18,3 miliar. Kartu Sehat tersebut merupakan jaminan bagi warga untuk berobat di delapan rumah sakit yang telah bekerjasama dengan Pemkab Indramayu. Yaitu RSUD Indramayu, RSUD Pantura MA Sentot, Rumah Sakit Bhayangkara, RSUD Gunung Jati Cirebon, RS Hasan Sadikin, RS Jiwa Bogor, RS Jiwa Cisarua dan RS Mata Cicendo. “Kami minta agar warga pemilik Kartu Sehat juga dilayani dengan baik seperti pasien lainnya. Karena tujuan pemberian Kartu Sehat ini adalah untuk membantu masyarakat miskin, agar bisa mendapatkan pelayanan kesehatan dengan mudah,” terang Anna. BPS TUNGGU INSTRUKSI Sementara itu, hingga saat ini, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Cirebon masih belum mendapatkan instruksi dari BPS pusat untuk melakukan pemutakhiran data warga miskin di Kota Cirebon. Kepala BPS Kota Cirebon Imron Budianto mengatakan, hingga saat ini belum ada penjelasan apapun dari BPS pusat terkait kartu tersebut. Termasuk, siapa yang dapat data dan dari mana saja. Imron menegaskan, BPS Kota Cirebon sangat siap dengan pendataan yang harus dilakukan. Namun, hingga saat ini belum ada penugasan untuk rencana pendataan terbaru warga miskin. “Kalau ada perintah, pasti kami lakukan segera. Petugas turun ke lapangan untuk survei,” ujarnya kepada Radar, Kamis (6/11). Terkait implementasi program KIS maupun KIP, lanjutnya, harus menggunakan database terpadu yang dikelola TNP2K. termasuk pula untuk data program keluarga sejahtera, raskin maupun jamkesmas. “Itu semua dari data terpadu di TNP2K,” ujar Imron. Untuk KIS, lanjutnya, BPS Kota Cirebon khususnya, belum mengetahui data mana yang akan digunakan. Sebab, pendataan yang dilakukan BPS tidak dilakukan dengan inisiatif langsung. BPS hanya bertugas membantu TNP2K dalam pelaksanaan pemenuhan data terpadu. Bahkan, jika memerlukan pendataan ulang, kata Imron, TNP2K akan melakukan penugasan kepada BPS. Dengan demikian, pihaknya tidak dapat melakukan pendataan inisiatif mandiri. Untuk Kota Cirebon ada TNPKD dengan ketua Wakil Wali Kota Drs Nasrudin Azis SH. Imron menjelaskan perbedaan data antara BPS dengan Dinsosnakertrans, Dinas Kesehatan dan Bappeda. Hal ini merujuk pada aspek tujuan. “Kalau data dari mereka untuk rumah tangga sasaran. Tidak secara langsung menghitung rumah tangga miskin,” ujarnya. Sedangkan untuk BPS, lanjutnya, menggunakan survei sampel dan melihat kecukupan kalori. Hal itu disebut dengan kemiskinan absolut. Berdasarkan data BPS Kota Cirebon pada tahun 2011 lalu, warga miskin di Kota Cirebon mencapai 21.955 rumah tangga dengan komposisi paling miskin sebanyak 6787, kelompok miskin dan rentan miskin masing-masing sejumlah 7584. “Itu data tahun 2011 dengan asumsi satu keluarga empat jiwa,” tukasnya. Jika akhirnya BPS diminta mendata ulang, akan memerlukan proses meskipun tidak terlalu lama. Sebab, untuk pendataan dimulai dari perencanaan, data lapangan, pengolahan data kemudian dikirim ke TNP2K. Terpisah, Pengamat Kebijakan Publik, Afif Rivai menyebut program KIP, KIS dan KKS yang diluncurkan terkesan seperti kejar tayang. Hal ini karena minimnya sosialisasi program tersebut ke daerah-daerah. Sehingga membuat pemerintah daerah menjadi kelabakan. Tak hanya itu, ia berpendapat kesan terburu-buru karena tidak adanya pemutakhiran data sebelum program ini bergulir. “Itu kenapa saya sebut kejar tayang dan tidak memperhitungkan masalah data dan tidak ada sosialisasi ke daerah-daerah mengenai mekanisme dan data penerima, sehingga tidak aneh pemda menjadi kelabakan,” tukasnya. Persoalan data, dikhawatirkan bisa menjadi kendala besar dalam menjalankan program tersebut. Pasalnya, menurut Afif, saat ini data yang ada sudah tidak ada kecocokan lagi. “Khawatirnya ini menjadi pengulangan saja program-program pemerintah sebelumnya yang tidak tepat sasaran kalau misalnya ini tetap dijalankan,” katanya. Namun demikian ia tetap menyarankan agar program ini tidak usah dibatalkan. Menurut dia, saat ini pemerintah harus bisa memperbaharui data dan juga sosialisasi mengenai mekansime program ketiga kartu tersebut ke daerah-daerah. (jml/dun/ysf)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: