Masih Alot, Uang Pensiun Swasta
Pemerintah Hati-hati soal Angka Iuran dari Pengusaha dan Pekerja JAKARTA- Tarik ulur besaran iuran program pensiun Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan masih alot. Janji pemerintah untuk menuntaskan skema jaminan hari tua dalam Rapat Kabinet Terbatas kemarin, tak terealisasi. Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan besaran iuran BPJS Ketenagakerjaan tengah dalam tahap finalisasi. “Tunggu dua (atau) tiga hari lagi,” ujar Sofyan Djalil usai mengikuti rapat kabinet terbatas dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor tadi malam (5/6). Pemerintah terlihat berhati-hati dalam penentuan besaran iuran BPJS Ketenagakerjaan. Sebab, ada perbedaan yang cukup besar antara usulan manajemen BPJS dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang menginginkan angka iuran 8 persen dari gaji karyawan, dengan usulan pelaku usaha yang hanya sanggup membayar iuran 1,5 persen. Bahkan, dalam rapat yang baru selesai sekitar pukul 21.00 atau molor tiga jam tersebut, Sofyan Djalil sempat memanggil Menaker Hanif Dhakiri dan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Elvyn G. Masassya yang hendak berbicara kepada wartawan. Ketiganya lantas berbincang selama beberapa menit untuk menyamakan pernyataan ke media. Menurut Sofyan, pemerintah akan mempertimbangkan berbagai aspek dalam penentuan besaran iuran, mulai dari kondisi ekonomi yang tengah melambat, kemampuan dunia usaha, maupun manfaat yang akan didapat karyawan. Berarti apakah pemerintah akan mengambil jalan tengah dengan menetapkan iuran antara 1,5 persen usulan pengusaha dan 8 persen usulan BPJS? “Mmm, lihat saja nanti, sabar ya,” katanya lantas tersenyum. Hanif Dhakiri dan Elvyn G. Masassya pun irit bicara terkait besaran iuran. Mereka kompak mengatakan bahwa hasil keputusan rapat sudah disampaikan oleh menko perekonomian. “Sementara itu saja dulu,” jawab mereka. Sebagaimana diwartakan kemarin, BPJS Ketenagakerjaan yang mulai beroperasi penuh 1 Juli 2015 mendatang memiliki program pensiun atau jaminan hari tua. Skema program tersebut dibuat sama persis dengan pensiun Pegawai Negeri Sipil (PNS). Skemanya, pensiunan pekerja swasta akan mendapat uang pensiun setiap bulan senilai 40 persen dari rata-rata gajinya selama bekerja. Uang pensiun tersebut akan tetap diberikan meskipun pensiunan sudah meninggal dunia karena diteruskan ke anak sampai usia 23 tahun. Meski besaran iuran masih alot, BPJS Ketenagakerjaan sudah punya skema matang untuk pengalokasiannya. Elvyn mengatakan, selama ini, dana iuran pekerja dialokasikan pada instrumen investasi. Rinciannya, 44 persen pada obligasi atau surat utang, 24 persen pada deposito perbankan, 22 persen pada saham, 6 persen pada reksadana, dan 4 persen untuk lain-lain seperti properti. “Kami ingin nanti dana bisa dialokasikan lebih produktif lagi,” katanya. Elvyn menyebut, ketika masih dalam wujud Jamsostek maupun masa awal BPJS Ketenagakerjaan, pengalokasian dana kelolaan memang diatur dengan PP Nomor 99 Tahun 2013. Sehingga, manajemen BPJS tidak bisa melakukan realokasi ke instrumen investasi yang memberi imbal hasil lebih banyak. “Makanya PP itu sedang direvisi,” ucapnya. Sebagaimana diketahui, dalam Pasal 29 ayat (1) huruf i PP Nomor 99/2013, disebutkan bahwa”aset jaminan sosial ketenagakerjaan hanya boleh digunakan untuk 11 bentuk investasi, yaitu deposito berjangka, termasuk deposito on call, dan deposito yang berjangka waktu kurang dari atau sama dengan satu bulan, serta sertifikat deposito yang tidak dapat diperdagangkan kepada bank. Kemudian surat berharga yang diterbitkan negara, surat berharga yang diterbitkan Bank Indonesia, surat utang koperasi yang tercatat dan diperjualbelikan secara luas di Bursa Efek Indonesia, saham yang tercatat dalam Bursa Efek Indonesia, dan reksadana. Selanjutnya, efek beragun aset yang diterbitkan berdasarkan kontrak investasi kolektif efek beragun aset, dana investasi real estate, repurchase agreement, penyertaan langsung, dan tanah, bangunan, serta tanah dengan bangunan. Khusus untuk investasi berupa tanah, bangunan, atau tanah beserta bangunan, seluruhnya paling tinggi 5 persen dari jumlah investasi. Upaya realokasi dana investasi yang digagas BPJS Ketenagakerjaan itu mendapat dukungan Presiden Jokowi. Menurut dia, dana Rp203 triliun yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan harus diarahkan ke instrumen yang lebih produktif sehingga nilai manfaatnya bisa dinikmati 17 juta peserta BPJS saat ini. “Misalnya sektor properti dengan membangun rusunawa (rumah susun sewa) untuk para pekerja,” ujarnya Kamis lalu (4/6). Jokowi menyebut, batasan 5 persen untuk investasi berupa tanah dan bangunan terlalu sedikit, sehingga harus ditambah. Sebab, investasi dalam instrumen surat utang maupun deposito dinilai kurang memberi hasil maksimal. “Itu kan seperti didiamkan saja,” katanya. Elvyn menambahkan, saat ini BPJS Ketenagakerjaan memang tengah getol ikut dalam proyek pembangunan rusunawa untuk para pekerja di kawasan industri, maupun rumah tapak di berbagai daerah yang pembangunannya dimulai tahun ini. Untuk Rusunawa, BPJS Ketenagakerjaan mengalokasikan dana Rp360 miliar untuk membangun Rusunawa di enam lokasi yakni, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Jabodetabek. “Jadi selain sebagai sarana investasi, (proyek perumahan) manfaatnya juga bisa dirasakan langsung oleh pekerja,” ucapnya. (owi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: