Warga Berhak Tolak Bayar Retribusi

Warga Berhak Tolak Bayar Retribusi

PEKALIPAN – Di antara retribusi milik pemkot yang belum memiliki payung hukum adalah retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum. Saat Radar melakukan survei ringan, Rabu (8/2), di Jl Pekiringan, beragam tanggapan dari sejumlah masyarakat pengguna jasa parkir, termasuk juru parkir. Ahmad Fauzi, salah satu pengguna jasa parkir mengatakan, jika berbicara aturan, retribusi tanpa perda jelas illegal. Menurutnya, warga berhak untuk tidak membayar retribusi. “Tapi kalau diberhentikan juga akan menambah masalah baru,” katanya, Rabu (8/2). Menurut mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon ini, selain Pemkot akan terancam kehilangan pendapatan asli daerah (PAD), juga berdampak pada masalah sosial. Karena jika pungutan retribusi diberhentikan, konsekuensinya juru parkir akan kehilangan mata pencaharian. “Meski bersifat sementara, tapi berdampak besar. Karena soal kebutuhan sehari-hari tidak bisa ditunda,” jelasnya. Meski demikian, menurutnya, yang perlu disikapi, terkait lambatnya kinerja pemkot dan legislatif terhadap pembahasan dan pengesahan perda retribusi. Karena itu pemerintah harus segera melakukan pembahasan dan pengesahan perda retribusi. “Jika Pemkot tidak ingin kehilangan PAD dan berdampak pada masalah sosial, hukumnya wajib segera melakukan pembahasan dan pengesahan perda-nya,” tandasnya. Sementara menurut Wanaji, salah satu juru parkir di Jl Pekiringan, selama belum ada perintah dari Dishubinkom untuk memberhentikan pungutan, pihaknya tetap menarik retribusi. Karena saat perda baru diberlakukan, setoran yang belum dibayarkan akan diakumulasikan menjadi tunggakan. “Masih mending bayar nyicil daripada nantinya dianggap nunggak,” katanya. Terlebih soal aturan kebijakan, baginya dan teman-teman juru parkir lainnya tidak terlalau paham. “Nanti juga setiap ada perda baru tentang retribusi parkir pasti akan disosialisasikan,” ucap Wanaji. Sementara menurut Ati, warga yang motornya diparkirkan di Jl Pekiringan, mengaku membayar retribusi tidak masalah. Meskipun berhak untuk tidak membayar, karena tidak memiliki payung hukum. Yakni perda yang sesuai dengan UU No 28 tahun 2009. Ati berharap, kepada juru parkir untuk menjaga kendaraan dengan penuh tanggung jawab. “Bagi saya pribadi tidak masalah, yang penting kendaraan aman. Tapi kadang jika tidak aman, juru parkir tidak bertanggung jawab. Itu yang jadi masalah,” ujarnya. Dadi, warga Harjamukti menambahkan, yang terpenting lagi jika perda baru dibahas dan disahkan, aturan parkir harus jelas. Karena menurutnya, banyaknya lokasi parkir yang tidak aman karena juru parkir banyak yang illegal. “Artinya jika nanti perda sudah ada sistem perparkiran tidak berubah, sama saja. Yang penting sebenarnya, warga merasa aman dan nyaman, bagaimana caranya,” tukasnya. (hsn)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: