Keberadaan Tukang Nulis Izasah Kini Minim

Keberadaan Tukang Nulis Izasah Kini Minim

INDRAMAYU-Bagi yang lagi nunggu ijazah SMA/SMK, harap bersabar. Soalnya, masih dalam proses. Blangko ijazah memang sudah tiba di semua sekolah. Sejak seminggu lalu sampai sekarang, lagi diisi. Proses penulisan ijazah memang memakan waktu cukup lama. Belum lagi, tukang penulis nama di ijazahnya kini semakin langka. Kondisi itu dirasakan hampir di semua sekolah. Di SMKN 1 Losarang misalnya. Dari puluhan tenaga pendidik dan kependidikan di SMA Rujukan Nasional itu, hanya ada dua orang yang dipercaya untuk menulis ijazah. “Memang, banyak guru yang tulisannya bagus tapi yang memiliki keberanian nulis di blangko ijazah tinggal segelintir,” kata kepala SMKN 1 Losarang DR H Armawi Charli MPdI. Soalnya, jelas dia, menulis di ijazah tidak boleh sembarangan. Wajib menaati aturan yang ditentukan, serta tidak mentolerir kesalahan. Tidak seperti menulis lembar biasa yang kalau salah bisa dihapus menggunakan penghapus bolpoin atau correction pens. Salah satu huruf atau angka, urusannya bisa panjang. “Harus membuat berita acara, terus laporan ke provinsi dan pusat. Panjang lagi prosesnya untuk dapat blangko pengganti,” ungkap dia. Prinsip kehatian-hatian, teliti dan sabar, dibenarkan Agus Heru Wahyudo SPd, guru di SMAN 1 Anjatan yang ditunjuk sebagai salah satu tim penulis ijazah. Dia yang sudah 27 tahun lamanya menulis ijazah, tetap memegang teguh prinsip tersebut. Sampai-sampai, untuk mengisi satu lembar ijazah saja, dia butuh waktu sampai setengah jam. “Jiwa harus tenang, mood-nya lagi baik, fokus, serta suasana mendukung. Nggak bisa cepat-cepat,” tuturnya. Dia mengaku, upah dari penulisan nama di ijazah tidak seberapa. Sesuai alokasi anggaran dari pusat hanya Rp2.000 per lembar, itu belum termasuk subsidi sekolah yang juga nilainya tidak seberapa. Tapi, bagi Agus, ada kebanggaan tersendiri karena tulisannya menjadi kenangan yang abadi untuk anak didiknya. “Bangganya di situ. Padahal anak yang pegang ijazah mungkin saja tidak tahu siapa yang nulisnya. Tidak masalah, kita ikhlas banget untuk anak-anak,” tuturnya. Senada disampaikan Rudi Hartono, salah satu tim penulis ijazah di SMAN 1 Losarang. Guru Bimbingan Teknologi Informasi dan Komunikasi ini mengaku gugup saat awal-awal ditugaskan menulis ijazah lima tahun lalu. Begitu pegang bolpoin siap menulis, lalu ingat ijazah adalah dokumen penting, tiba-tiba jarinya terasa berat menulis huruf pertama. Keringat dingin mulai keluar hingga harus mengumpulkan lagi keberanian. “Penyebabnya takut salah nulis. Tapi tahun-tahun berikutnya, alhamdulillah lancar. Semua terasa lebih mudah,” terang alumnus Universitas Ahmad Dahlan Jogjakarta ini. (kho)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: