Tuntut Ambang Batas Miras 0%
FPI Ontrog Kantor Bupati dan DPRD KUNINGAN - Penggodokan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kepariwisataan yang salah satunya mengatur hiburan karaoke, mendapat kritik Front Pembela Islam (FPI) Kuningan. Senin (12/11), puluhan massa FPI mendatangi Kantor Bupati Kuningan. Meski berjalan tertib, satu peleton polisi disiagakan. Satu per satu para petinggi FPI giliran berorasi dengan suara lantang. Dua tuntutan disuarakan, yaitu revisi Raperda Kepariwisataan yang tengah digodok dewan, dan penutupan ajaran Ahmadiyah. “Raperda Kepariwisataan tidak jelas. Tidak diatur sama sekali soal miras (minuman keras, red),” protes Ketua Dewan Tanfidz FPI Kuningan, Kyai Edin Kholidin, disela orasinya. FPI ingin Raperda Kepariwisataan mengatur jelas tentang miras. Sebab didalamnya ada pengaturan tempat hiburan berupa kafe dan karaoke. Tempat yang dinilainya marak penjualan miras dan prostitusi terselubung, seperti di kawasan Linggajati dan Sangkanhurip. “Kami ingin ambang batas miras 0%,” tegas dia. Kenyataan saat ini, seolah-olah pemkab mengakomodir miras di zona pariwisata sekaligus mengakomodir penjualan narkotika dan wanita. Maka, Kyai Edin meminta pemkab menentukan zona pariwisata dalam Raperda tersebut. Terkait nama kafe atau karaoke dalam Raperda pun, Ia menolaknya. Begitu dengan panti pijat hingga Spa. “Ingat, di Kabupaten Kuningan ada 300 lebih pondok pesantren. Jadi harus dihormati sebagai kearifan lokal,” tandasnya. Apalagi kafe-kafe di Kuningan sudah 12 tahun berjalan tanpa izin. Sejauh ini, mereka hanya mengantongi izin rumah makan. Tapi kenyataannya menyediakan miras, pemandu lagu dan lain-lain yang berbau maksiat. Namun entah oknum atau apa namanya, kafe-kafe tersebut dipajak oleh pemkab. Tanpa izin sebenarnya, pemkab dituding telah mengambil pajak kafe selama 12 tahun berjalan. Sekretaris Daerah Kuningan, Drs H Yosep Setiawan MSi, mengaku merasa risih melihat tempat hiburan yang tidak teratur. Tidak sesuai dengan budaya, norma agama, dan moralitas. Padahal Kuningan punya visi agamis. “Jadi mari kita kawal Raperda Kepariwisataan agar sesuai harapan bersama,” ajak Yosep, disela menerima perwakilan massa FPI, di Aula Dispenda. Namun untuk hiburan mungkin perlu. Seperti karaoke hanya tempat bernyanyi. Begitu dengan kafe hanya sebuah tempat makan dan minum. Jadi jangan mengartikan kafe sebagi tempat maksiat. Hanya mungkin kenyataannya justru kafe disalahgunakan. “Maka itu, kita harus tegas. Saya ingin semua ditertibkan. Jangan sampai aparat keduluan sama FPI dalam bertindak,” pintanya Yosep menambahkan, kehadiran FPI telah menjadi motivasi bagi pemkab untuk membuat regulasi kepariwisataan yang lebih baik. Setelah itu, massa FPI pun meninggalkan pendopo. Mereka bergerak ke gedung DPRD untuk melakukan orasi serupa. (tat)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: