1 Desember: Alat Kontrasepsi, Seks, HIV dan AIDS

1 Desember: Alat Kontrasepsi, Seks, HIV dan AIDS

Hari AIDS Sedunia, yang diperingati setiap 1 Desember menjadi momen untuk menunjukkan dukungan bagi orang dengan HIV dan AIDS, serta mengenang mereka yang telah meninggal karena penyakit tersebut. Peringatan Hari AIDS Sedunia juga dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran terhadap HIV dan AIDS di seluruh dunia. Sebab, masih banyak orang belum memahami kondisi tersebut. Agar lebih waspada terhadap kedua kondisi ini, berikut beberapa fakta tentang HIV dan AIDS yang penting untuk dipahami. 27 November lalu, Pemerintah Perancis mengumumkan akan mengambil langkah yang tidak biasa untuk menanggulangi penyebaran HIV dan penyakit-penyakit menular seksual lainnya, yaitu konsumen bisa mendapatkan pengembalian uang apabila membeli kondom merek tertentu yang diresepkan dokter atau bidan, kantor berita AFP melaporkan. Kebijakan tersebut diumumkan sebelum Hari AIDS Sedunia yang jatuh pada Sabtu. 1 Desember dan berlaku untuk pembelian kondom merk Eden buatan Perancis yang dibeli melalui resep dokter atau bidan. Kondom Eden diproduksi oleh Majorelle Laboratories dan hanya dijual di apotek-apotek. Kondom merek Eden dijual seharga 2,60 Euro ($2,95) per kotak berisi 12 buah kondom, jauh lebih murah dibanding kondom-kondom merk ternama, seperti Durex atau Manix. Di Indonesia, kondom masih terstigma sebagai alat kontrasepsi semata. Bahkan tak jarang ia dilabeli sebagai alat seks bebas atau simbol praktik prostitusi. Padahal lebih luas dari itu, penggunaan kondom sangat efektif mencegah penularan Human Immunodeficiency Virus (HIV) serta Infeksi Menular Seksual (IMS) lainnya. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, kejadian kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan hingga Juni 2018 sebanyak 301.959 orang dan 76,2 persen disebabkan karena hubungan seksual yang tidak terproteksi. Kondom dan seks bebas tidak memiliki korelasi satu sama lain. Tanpa kondom, seks bebas akan tetap ada, malah jumlah infeksi HIV berisiko semakin meningkat. Penggunaan alat kontrasepsi ini mencegah penularan infeksi HIV. Laporan Sistem Informasi HIV-AIDS dan IMS (SIHA) Triwulan II tahun 2018 yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan pada Oktober lalu menyatakan jumlah infeksi HIV di Indonesia terus meningkat. Data per April-Juni 2018, terdapat 10.830 laporan infeksi HIV dengan kejadian kumulatif mencapai 301.959. Dari jumlah tersebut, kasus tertinggi berada di kelompok umur 25-49 tahun sebanyak 70,3 persen, lalu umur 20-24 tahun 15,9 persen, dan umur lebih dari 50 tahun sebanyak 7,6 persen. “Sebanyak 76,2 persen atau 3 di antara 4 orang yang terkena HIV di Indonesia disebabkan hubungan seksual yang tidak terproteksi,” tulis laporan tersebut. Pelarangan, penolakan, dan stigma terhadap kondom justru akan membuat kelompok berisiko enggan membeli kondom karena takut atau malu. Padahal menurut laporan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017, pengetahuan remaja tentang cara mengurangi risiko tertular HIV-AIDS dengan kondom sudah cukup baik. Sebanyak 51 persen remaja perempuan dan 58 persen remaja laki-laki mengatakan HIV-AIDS dapat dicegah dengan menggunakan kondom saat berhubungan seksual. “Remaja pria juga lebih populer menggunakan metode kontrasepsi kondom, sebanyak 89 persen, dibanding metode lainnya,” tulis laporan tersebut. Sementara itu, metode kontrasepsi suntik KB dan pil KB masih lebih populer digunakan remaja perempuan.   HIV diduga pertama kali muncul dan menular dari simpanse ke manusia pada 1920. Di tempat yang sekarang bernama Republik Demokrasi Kongo, asal mula penyakit zoonosis ini berkembang. Mulanya, simpanse membawa virus bernama Simian Immunodeficiency Virus (SIV). Laman Avert menyebut perburuan dan konsumsi simpanse oleh manusia akhirnya membuat SIV bermutasi menjadi HIV. Darah simpanse terinfeksi SIV kemungkinan masuk pada luka dari para pemburunya. “Para peneliti baru menemukan strain SIV yang identik HIV pada tahun 1999,” tulis laman tersebut. Di Indonesia, kasus HIV-AIDS pertama kali ditemukan di Bali pada 1987, pada seorang turis asal Belanda yang meninggal di RS Sanglah. Lima tahun kemudian, beberapa anggota TNI yang ditugaskan sebagai tentara perdamaian di Kamboja juga terinfeksi HIV. Penelitian yang disusun Krzysztof Korzeniewski dari Lembaga Kedokteran Militer, Departemen Epidemiologi dan Penyakit Tropis, Polandia, menyatakan infeksi HIV pada tentara Indonesia di Kamboja mencapai 12 kasus (rasio 3,3/1.000 tentara). Penelitian ini menyimpulkan bahwa saat itu kontak seksual personel militer dengan warga negara asing mencapai 45-56 persen selama penugasan. Baca: Sexually Transmitted Infections Among Army Personnel in the Military Environment “Semua tentara yang terinfeksi melaporkan kontak seksual dengan perempuan lokal,” tulis Korzeniewski. Penularan HIV bisa terjadi karena para tentara tidak menggunakan kondom saat melakukan aktivitas seksual berisiko dengan perempuan di Kamboja. Lantaran sempat jadi epidemi, akhirnya militer di Kamboja bekerjasama dengan organisasi-organisasi internasional lain membuat panduan pencegahan HIV. Salah satunya dengan mendistribusikan kondom kepada personel militer dan mengampanyekan cara pemakaiannya. Kasus-kasus penyebaran HIV akibat aktivitas seksual berisiko tak perlu terjadi apabila kelompok berisiko sadar dan mau menggunakan kondom sebagai alat pencegah. Food and Drug Administration (FDA) menyebut kondom sebagai penghalang atau dinding untuk menjaga darah, air mani, atau cairan vagina berpindah antar-individu selama berhubungan seksual. Cairan tersebut menyimpan HIV dan infeksi menular seksual lainnya. Jika tidak ada kondom yang digunakan, virus dapat berpindah dari pasangan terinfeksi ke pasangan yang tidak terinfeksi. Penelitian Carey RF, dkk pada tahun 1992 menguji efektivitas kondom lateks sebagai penghalang partikel HIV. Mereka membuat model partikel seukuran HIV, 110 nm mikrosfer. Rancangan sistem pengujian mempertimbangkan ukuran partikel, pH, tegangan permukaan, dan waktu. Kondom disuspensi selama 30 menit dan hasilnya kebocoran terdeteksi sebanyak 29 dari 89 kondom yang diuji. Sebanyak 21 kondom bocor pada tingkat minimum 1 nl/s, lalu 7 kondom pada tingkat 1-6 nl/s, dan 1 kondom di sekitar 10 nl/s. Meski ada yang mengalami kebocoran, penggunaan kondom secara substansial mengurangi penularan HIV empat kali lebih baik dibanding tidak menggunakan kondom. (*)    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: