RS Ciremai Beberkan Kronologi Tangani Pasien Corona hingga Isolasi 21 Tenaga Medis

RS Ciremai Beberkan Kronologi Tangani Pasien Corona hingga Isolasi 21 Tenaga Medis

CIREBON - Kasus keluarga pasien tak jujur di RS Ciremai kembali dibeberkan pihak rumah sakit kemarin. Melalui konferensi pers, pihak RS Ciremai menjelaskan awal mula penanganan pasien di IGD, ICU, meninggal, sampai akhirnya 21 tenaga kesehatan berstatus sebagai Orang Tanpa Gejala (OTG) dan harus menjalani isolasi mandiri di rumah masing-masing.

Konferensi pers digelar di markas Public Safety Center (PSC) 119 Jl dr Sudarsono, Kota Cirebon, Senin (20/4). Hadir antara lain Kepala RS Ciremai Letkol CKM dr Andre Novan, Komandan Detasemen Kesehatan Wilayah (Denkesyah) 03.04.03 Cirebon Letkol CKM dr Wildan Sani SpU, dan Kepala Bidang Pelayanan Medis RS Ciremai dr Tetri Yuniwati SPM.

Penjelasan pertama dari Tetri Yuniwati. Dia mengatakan keluarga pasien tak memberikan keterangan secara jujur saat awal datang ke rumah sakit.

“Keluarga yang mengantar tetap keukeuh (tidak memberikan keterangan secara jujur, red). Bahkan sampai tolak pinggang karena merasa marah,” ujar Tetri Yuniwati di hadapan para wartawan.

Karena pasien datang dalam kondisi tidak sadarkan diri atau koma, petugas lalu membawa ke ruang IGD dan diberikan bantuan napas sampai akhirnya pasien yang bersangkutan tersadar. Setelah tersadar, dokter IGD kembali menanyakan kepada yang bersangkutan mengenai riwayat interaksi dan bepergian.

Lagi-lagi, pasien atau keluarga pasien tidak ada yang menjawab secara terus terang. “Bapak (pasien, red) tetap menjawab tidak. Alasannya bahwa beliau sudah tua, sudah pensiun dan tidak berpergian ke mana-mana,” imbuh Tetri.

Selain tidak sadarkan diri, kata Tetri, pasien mengalami sesak napas dan tensi tinggi ketika pertama kali datang ke rumah sakit. Selain itu, pasien juga mempunyai riwayat penyakit kencing manis. Segala gejala yang ada, pasien ini juga sempat dikonsultasikan dengan dokter spesialis saraf RS Ciremai.

Sampai pada akhirnya, semua terungkap di ruang ICU. Setelah dilakukan rontgen, dokter spesialis paru melihat adanya kejanggalan. Yakni gambaran paru yang khas layaknya pasien positif Covid-19.

Dokter tersebut semakin curiga. Apalagi seminggu sebelumnya, imbuh Tetri, pasien sempat melakukan pemeriksaan di salah satu rumah sakit swasta di Kabupaten Cirebon dengan keluahan batuk, demam, serta diare.

“Gambaran paru-parunya udah parah, tapi pasien masih sadar. Itu gambaran (paru-paru, red) kondisi akut. Gambaran itu sudah mengarah banget. Didesak lagi, keluarganya tetap tidak ngaku,” terangnya.

Sampai pada akhirnya, dokter spesialis paru memberikan pilihan pengobatan berdasarkan penyakit yang sebetulnya benar-benar dialami. Sambil terus meyakinkan dengan harapan keluarga pasien tidak berbohong, melalui pilihan obat yang ditawarkan.

“Kalau obat ini, efeknya seperti ini. Kalau pakai obat ini, efeknya seperti ini. Baru dia (keluarga pasien, red) mengaku karena takut (salah obat, red),” beber Tetri.

Rupanya, dokter spesialis paru yang menangani pasien berusia 70 tahun tersebut sebelumnya juga melakukan penanganan terhadap pasien dalam pengawasan (PDP) asal Kabupaten Cirebon yang telah meninggal dunia, yang masih satu lingkup keluarga.

Sehingga, semua terbuka lebar saat keluarga pasien termasuk pasien mengaku kalau ia pernah berinteraksi dengan sepupunya yang telah meninggal dunia itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: