Fokus ke Tes Masal, Temukan Peta Sebaran Covid-19

Fokus ke Tes Masal, Temukan Peta Sebaran Covid-19

SEJAK 14 Maret, segala sesuatunya berubah. Sejak pertama kali Walikota Cirebon Drs H Nashrudin Azis SH mengumunkan satu pasien positif corona virus disease-2019 (covid-19).

Infeksi yang disebabkan virus Severe Acute Respiratory Syndrome Corona Virus 2 (SARS-CoV-2). Berikutnya kasus positif COVID-19 juga terjadi di Kabupaten Kuningan, Cirebon, Majalengka, dan Indramayu.

Setelah itu, pemerintah daerah mengeluarkan kebijakan untuk mencegah terjadinya transmisi lokal di tengah masyarakat. Sekolah belajar di rumah. Kampus praktis hanya melakukan perkuliahan online. Sejumlah sektor kemudian menyesuaikan. Sebagian besar aparatur sipil negara (ASN) bekerja dari rumah.

Kebijakan susulan kemudian diterapkan untuk lebih agresif menekan kemungkinan adanya penyebaran virus pada kerumunan orang. Seperti pembatasan jam operasional supermarket, pasar tradisional hingga minimarket. Namun, di satu sisi angka temuan kasus baru dugaan COVID-19 (OTG, ODP, PDP) terus meningkat.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Cirebon, dr Ahmad Fariz Malvi Zamzam Zein SpPD MM mengkritisi kebijakan ini sebagai kebijakan paruh jalan, tidak hulu ke hilir.

Tanpa capaian yang bisa diukur selain menunggu temuan kasus dugaan dan menunggu tes RT-PCR yang \'masih dirasakan\' tersentralisasi.

\"Kebijakan physical distancing bisa dioptimalkan dengan dilakukannya tes massal sehingga dapat ditemukan peta sebaran kasus COVID-19 yang memudahkan dalam pencegahan dan penanganan,\" kata Fariz.

Fariz berpendapat fokus pemerintah daerah perlu penguatan strategi anggaran ulang. Kemandirian dan inovasi Pemerintah Daerah menjadi kunci dalam kelola COVID-19 yang sistematik dan efektif.

Dalam hal tes massal ini, Fariz menuturkan pentingnya kemandirian daerah untuk dapat melakukan percepatan tes diagnosis yang terstandar.

Ia juga berharap Pemerintah Daerah se-Ciayumajakuning agar seiring sejalan, mengingat tidak adanya sekat batas antarwilayah tersebut. \"Perlu ada konsorsium bersama dalam menangani COVID-19 yang bergantung pada society movement (pergerakan khalayak),\" ungkap Fariz.

“Jadi, penguatan pada tes diagnosis massal akan memperkuat kebijakan pembatasan masyarakat dan dalam konteks kebijakan anggaran dapat dinilai sebagai kebijakan yang efektif dan efisien. Kita hanya akan lihat masalah COVID-19 dalam 2 kondisi, yaitu terkonfirmasi COVID atau bukan kasus COVID,” tandasnya.

Tes massal yang dimaksud, jauh lebih efektif untuk menekan penyebaran. Namun, besar kemungkinan angka kasus Covid-19 akan mulai melonjak di pertengahan Mei 2020.

Kenapa ini bisa terjadi? Fariz menyampaikan, dengan adanya tes pada kelompok tertentu khususnya yang berisiko, kemungkinan besar jumlah yang positif terinfeksi bakal meningkat. Dengan begitu, kita mendapatkan gambaran beban COVID-19 lebih jelas dan akurat.

Tes massal ini memungkinkan dilakukan dengan sudah datangnya dua unit alat reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) yang merupakan kerja sama antara Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati (FK UGJ) dan Pemerintah Kabupaten Cirebon.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: