Nongol Porno

Nongol Porno

Mengapa \'nongol-porno\' itu bisa terjadi?

Saya pun membaca dua tulisan tentang itu. Saya kenal kedua penulisnya: Anab Afifi dan Joko Intarto. Yang terakhir ini adalah mantan anak buah. Yang sekarang punya bisnis sendiri: penyelenggara webinar.

Itulah bisnis yang lagi dapat angin di zaman Covid-19 ini. Nama perusahaannya: Jagaters. Larisnya bukan main --akhirnya.

Padahal sudah empat tahun Joko Intarto sempat termehek-mehek. Jagaters tidak kunjung dapat klien. Tidak ada kata menyerah.

Untunglah JTO --begitu panggilannya saat masih jadi wartawan-- sudah biasa menderita. Ia orang miskin dari kampung miskin di Kabupaten miskin Grobogan, Jateng.

Pakaiannya tidak pernah mentereng, rambutnya tidak pernah dipoles --apalagi ia gundul sekarang-- makannya seadanya, tidurnya sekenanya, dan tidak pernah perlu jaga gengsi.

Hanya sesekali ia curhat. Kok Jagaters tidak bisa segera menemukan bisnis. Padahal, katanya, ia sudah sangat bertauhid. Sudah sangat fokus. Tidak melakukan apa pun kecuali menggeluti Jagaters.

Hebatnya di saat tidak punya uang pun ia tetap tertawa. Dan tawanya itu tetap sama renyahnya.

JTO-lah yang tiga tahun lalu minta agar saya menulis secara rutin. Setidaknya seminggu sekali. Ia-lah yang akan mengelola tulisan saya --di sela-sela mengurus Jagaters yang masih lebih banyak selanya.

Tanpa mau dibayar. Asal saya mau menulis.

Ia bilang: kalau saja saya mau menulis itu sudah lebih dari dibayar.

Lahirlah DI\'s Way. Setahun lebih ia mengelola DI\'s Way --gratisan. Memanfaatkan server temannya --yang juga teman saya.

Saya pernah kirim uang padanya. Menjelang lebaran. Saya pikir ia perlu membelikan istrinya baju baru.

Setelah lebaran ia lapor: uang itu 95 persen habis dibagikan ke anak buahnya. Ia sendiri tidak mengambil sedikit pun. Sisa yang 5 persen akan dikembalikan ke saya.

Itulah cerita awal mula DI\'s Way. JTO-lah yang melahirkannya. Saya hanya jadi pekerjanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: