Radarcirebon.com, JAKARTA - Kenaikan cukai tidak hanya diterapkan kepada produk tembakau. Tapi, juga dikenakan kepada cukai liquid rokok elektrik.
Rencananya kenaikan cukai yang diterapkan oleh pemerintah dilakukan setiap tahun hingga 5 tahun kedepan.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani kenaikan tarif CHT ini pada golongan sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek pangan (SKP) akan berbeda sesuai dengan golongannya.
BACA JUGA:Pasca Penggrebekan Gudang Obat, Bareskrim Polri Segera Periksa Bos PT Afi Farma
“Rata-rata 10 persen, nanti akan ditunjukkan dengan SKM I dan II yang nanti rata-rata meningkat antara 11,5 hingga 11,75 (persen), SPM I dan SPM II naik di 12 hingga 11 persen, sedangkan SKP I, II, dan III naik 5 persen,” ujar Sri Mulyani pada Kamis 3 November 2022.
Sementara itu, menurut Sri Mulyani, Presiden Jokowi juga meminta agar kenaikan tarif tidak hanya berlaku pada CHT, tetapi juga rokok elektrik dan produk hasil pengolahan hasil tembakau lainnya (HPTL).
Untuk rokok elektrik, Sri Mulyani menuturkan, kenaikan tarif cukai akan terus berlangsung setiap tahun selama lima tahun ke depan.
BACA JUGA:Waspada! Puncak Gelombang Varian Baru Covid-19 Diperkirakan Satu hingga Dua Bulan Kedepan
“Hari ini juga diputuskan untuk meningkatkan cukai dari rokok elektronik yaitu rata-rata 15 persen untuk rokok elektrik dan 6 persen untuk HTPL. Ini berlaku, setiap tahun naik 15 persen, selama 5 tahun ke depan,” jelasnya.
Dalam penetapan CHT, Menkeu mengatakan, pemerintah menyusun instrumen cukai dengan mempertimbangkan sejumlah aspek mulai dari tenaga kerja pertanian hingga industri rokok.
Di samping itu, pemerintah juga memperhatikan target penurunan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun menjadi 8,7 persen yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024.
BACA JUGA:Tata Cara Shalat Gerhana, Persiapan Gerhana Bulan Total 8 November 2022
Pertimbangan selanjutnya, tambah Menkeu, yaitu mengenai konsumsi rokok yang menjadi konsumsi rumah tangga terbesar kedua setelah beras. Bahkan, konsumsi tersebut melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam.
“Yang kedua mengingat bahwa konsumsi rokok merupakan konsumsi kedua terbesar dari rumah tangga miskin yaitu mencapai 12,21 persen untuk masyarakat miskin perkotaan dan 11,63 persen untuk masyarakat pedesaan,” tuturnya.
“Ini adalah kedua tertinggi setelah beras, bahkan melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam, serta tahu, tempe yang merupakan makanan-makanan yang dibutuhkan oleh masyarakat,” tambahnya.