Perkelahian Ki Gede Bakung dengan Nyi Mas Baduran, konon berlangsung hingga berminggu-minggu.
Perkelahian keduanya cukup menguras tenaga, sampai pada saat itu Ki Gede Bakung merasa kalah dan mundur.
Namun ada tanaman labu hitam yang tersangkut di kaki Nyi Mas Baduran sehingga terjatuh.
Melihat peluang itu, Ki Gede Bakung menghunuskan kerisnya sehingga Nyi Mas Baduran terluka, tetapi di saat bersamaan, Nyi Mas Baduran juga sempat menusukan kerisnya ke tubuh Ki Gede Bakung.
BACA JUGA:Sejarah Desa Japara, Gelap Mata Kepala Desa dan Darah Putih Milik Santri
Akibatnya tusukan itu, Ki Gede Bakung tewas di tempat, begitu pun dengan Nyi Mas Baduran yang terluka, menyusul kemudian.
Tetapi sebelum ajalnya, Nyi Mas Baduran sempat berpesan kepada anak cucu, agar kelak jangan menanam pohon labu hitam di tanah Bedulan.
Pesan tersebut dipatuhi hingga sekarang, masyarakat Bedulan tidak ada yang berani menanamnya.
Mendengar kabar Nyi Mas Baduran tewas, pihak Kesultanan Cirebon menyayangkan hal tersebut.
Kemudian diutuslah putri dari Nyi Mas Baduran sendiri yang bernama Nyi Mas Pulung Ayu didampingi Pangeran Jaya Lelana untuk menguburkannya secara layak.
BACA JUGA:Sejarah Desa Dompyong, Terbentuk lewat Sayembara Pembuatan Bedug
Tugas mempersiapkan sebuah padukuhan sebagai persinggahan pasukan Demak yang akan tiba, dilanjutkan oleh mereka berdua.
Setelah selesai, Nyi Mas Pulung Ayu memutuskan untuk tinggal di daerah Baduran untuk meneruskan dan merawat kuburan dari sang ibunya.
Pada tahun 1563, datanglah tentara Demak yang dipimpin Fatahilah, melakukan penyerangan terhadap Portugis di Sunda Kelapa yang saat itu sudah berubah nama Republik Batavia.
Kemudian Republik Batavia berganti nama menjadi Jaya Karta yang artinya Kota Kemenangan, dan sekarang dikenal dengan nama Jakarta.
Setelah menaklukan Batavia, banyak dari tentara Demak yang memilih untuk tinggal di padukuhan Baduran.