Perumahan bagi warga pengungsi Cimeong tersebut dibuat berderet dalam satu kompleks layaknya perumahan BTN.
Kondisi lahan yang berbukit, menjadikan pembangunan perumahan tersebut dibuat berumpak.
Kemudian diperkuat oleh tembok penahan tebing (TPT) yang tebal untuk mencegah longsor serupa terjadi.
Warga Cimeong harus direlokasi ke lokasi baru setelah terjadi pergerakan tanah pada 31 Desember 2016 silam.
Kampung Cimeong sudah tidak lagi dihuni dan dibiarkan seperti kampung mati. Warga hanya datang siang hari untuk bersih-bersih saja.
2. Kampung/Dusun Cigerut, Desa Cipakem, Kecamatan Maleber
Pergerakan tanah juga terjadi di Kampung/Dusun Cigerut, Desa Cipakem, Kecamatan Maleber yang terjadi pada bulan Februari tahun 2018.
Dalam kejadian ini, ratusan warga diungsikan ke lokasi yang aman. Dan untuk menampung ratusan warga, akhirnya pemerintah membangun hunian sementara.
Pasca bencana, warga dilarang kembali menghuni atau tinggal di rumah lama.
Sebab, kondisi tanah yang labil dan rawan pergerakan, mengancam keselamatan warga itu sendiri.
Larangan tersebut dipatuhi warga Cigerut, meski tinggal di huntara juga tidak membuat warga nyaman.
Atas bantuan pemerintah pusat, Pemkab Kuningan membangun 163 rumah baru di lahan milik pemdes setempat.
Di tahun 2019, warga Cigerut menempati rumah baru mirip komplek perumahan. Di tempat baru, warga terhindar dari bencana.
Warga juga dilarang tinggal di kampung lamanya karena jaringan listrik sudah diputus serta rawan pergerakan tanah.
3. Kampung/Dusun Cipari, Desa Margacina, Kecamatan Karangkancana
Musibah longsor dan pergerakkan tanah yang terjadi di Dusun Cipari, Desa Margacina, Kecamatan Karangkancana, pada tanggal 20 Februari 2018 lalu