Ia adalah cucu dari Buyut Waridah; keturunan Embah Buyut Sambeng. Kakaknya bernama Buyut Rangin; adiknya bernama Buyut Salimar dan Ki Bagus Serit.
Ayahnya seorang kiai yang memiliki banyak santri, antara lain Bagus Rangin. Sifatnya yang pemberani dan sanggup berperang membuatnya mudah memperoleh pengikut.
Di mana pun Bagus Rangin berada selalu dapat dukungan dari penduduk setempat, sehingga sulit ditangkap.
Ia terus melakukan mobilisasi massa, melancarkan gerakan sporadis, dan menyalakan api semangat perlawanan.
BACA JUGA:Sebutan Baru Persib Bandung, Tukang Prank Lawan
Apa yang sebenarnya terjadi saat itu?
Saat itu wilayah Cirebon meliputi Indramayu dan sekitarnya, dikelola para sultan Cirebon di bawah pengawasan residen Belanda.
Penarikan keuntungan yang tinggi oleh kompeni dan juga eksistensi orang-orang Tionghoa yang mengganggu perekonomian, berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
Terlebih permasalahan tahta di kesultanan Kanoman Cirebon sejak Sultan Anom V Abu Soleh Imamuddin naik tahta di 1798. Masyarakat menilai Pangeran Raja Kanoman lebih berhak.
BACA JUGA:Setidaknya Ada 10 Langkah untuk Tingkatkan Potensi Perdagangan Karbon di Indonesia
Terjadi banyak masalah di masyarakat sejak Imamuddin naik tahta. Alhasil kepercayaan rakyat Cirebon rusak dan membuat munculnya pemberontakan melawan Belanda dan para bupati Cirebon.
Akibatnya, masyarakat meminta Bagus Rangin untuk memimpin pemberontakan melawan ketidakadilan yang mereka hadapi.
Dalam babad Cirebon yang tersimpan di museum Sri Baduga disebutkan, ia hendak merebut kekuasaan dalem Indramayu. Seperti tersebut dalam pupuh Dangdanggula.
Sementara versi lain ia tidak menginginkan apa-apa. Disebutkan bahwa motivasinya untuk melawan Belanda karena tanah leluhurnya dirampas oleh residen.
BACA JUGA:Bukan Main, Indra Sjafri Sudah Punya Taktik Jitu untuk Meredam Uzbekistan di Asian Games
Orang-orang yang memegang peranan penting dalam gerakan pemberontakan selain Bagus Rangin adalah Bagus Surapersanda, Bagus Seling, Bagus Sena, Bagus Jabin, dan Bagus Prasana.