Fenomena Aneh Jelang Panen, Produktivitas Padi di Jagapura Lor Menurun
Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon bersama perwakilan Kementan saat melakukan pertemuan dengan Gapoktan di Desa Jagapura Lor, kemarin.-Samsul Huda-radarcirebon
CIREBON, RADARCIREBON.COM - Musim tanam (MT) I tahun 2025 penuh tantangan bagi para petani di Desa Jagapura Lor, Kecamatan Gegesik.
Pasalnya, terjadi penurunan produktivitas padi secara umum meskipun tidak sampai 70 persen.
Salah satu fenomena yang menarik adalah perubahan perilaku tanaman padi menjelang panen, yang tidak biasa dan sulit dijelaskan secara kasatmata.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon, Dr Deni Nurcahya ST MSi mengatakan, berdasarkan laporan dari para petani dan Ketua Kelompok Tani (Poktan) Dewi Sinta H Muzammil, di Desa Jagapura Lor produksi padi rata-rata mencapai 3,5 ton per bahu atau setara 5,7 ton per hektare.
Kondisi ini, menunjukan terjadi penurunan produktivitas jika dibandingkan musim tanam tahun lalu, meskipun tidak sampai menyentuh angka 70 persen.
“Di tahun sebelumnya, 2024, petani memperoleh hasil antara 5 hingga 5,5 ton per bahu atau sekitar 7,1 hingga 7,8 ton per hektare, namun pada musim tanam tahun ini hanya berkisar 3,5 ton per bahu,” kata Deni, kepada Radar Cirebon, Kamis (31/7).
Menurutnya, penurunan paling drastis mencapai 2 ton per bahu atau sekitar 2,85 ton per hektare, tapi itu hanya dialami di sekitar 5 persen dari total luas sawah yang mencapai 63 hektare, khususnya di bagian barat desa. “Lokasinya sawah itu berbeda-beda. Meskipun dalam satu desa,” ungkapnya.
Dijelaskan Deni, tidak ada tanda-tanda serangan hama secara masif. Namun, para petani menduga ada fenomena aneh menjelang panen.
Tiga minggu sebelum panen, padi masih merunduk seperti biasa. Namun, dua minggu sebelum panen, tanah sawah terasa lebih hangat.
BACA JUGA:Peminta-Minta di Area Makam Sunan Gunung Jati Cirebon Ditertibkan Petugas
Satu minggu jelang panen, padi justru kembali tegak, padahal seharusnya semakin merunduk. Keanehan inilah yang membuat petani panen lebih awal, namun hasilnya tidak maksimal.
“Para petani sudah lebih dari 20 tahun bertani, katanya baru kali ini mengalami fenomena seperti itu. Tanaman kelihatan sehat, tapi isi gabahnya tidak padat,” ungkapnya.
Menurutnya, meski penurunan produksi memang terjadi secara umum di MT I 2025 dibandingkan tahun sebelumnya, tetapi tidak sampai menyebabkan gagal panen (puso).
Sebab, harga gabah bagus. Sehingga, hal ini jadi penyelamat utama petani di tengah penurunan produksi ini.
“Petani berencana menjual gabah pada 7 Juli, tetapi banyak pabrik beras tutup. Gabah baru bisa dijual pada 18 Juli dengan harga Gabah Kering Giling (GKG) Rp8.300/kg dan Gabah Kering Panen (GKP) Rp7.100/kg,” paparnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:


