Ok
Daya Motor

Apakah Badai ‘Siklon Tropis Senyar’ Akhir 2025 Menyisakan Pertanyaan Lebih dari Sekedar Cuaca?

Apakah Badai ‘Siklon Tropis Senyar’ Akhir 2025 Menyisakan Pertanyaan Lebih dari Sekedar Cuaca?

Prakiraan yang direlease oleh BMKG Sumber: https://wartakepri.co.id/2025/11/27/ada-badai-siklon-tropis-senyar-selat-malaka-aceh-kepri-hingga-sumbar-waspada-3-hari-ke-depan/--radarcirebon

BACA JUGA:MTB Fiesta Bupati Cup 2025 Jadi Ajang Perdana Nasional, Cirebon Unjuk Potensi Trek Downhill

Kedua, corak dan distribusi kerusakan akibat Senyar selaras dengan model hidrometeorologi konvensional, yaitu curah hujan ekstrem di daerah aliran sungai, longsor di lereng, luapan sungai di dataran rendah, namun bukan pola acak yang bisa mengindikasikan “intervensi manusia”.

Ketiga, komunitas ilmuwan, termasuk badan meteorologi dan klimatologi nasional maupun internasional, tetap menekankan penyebab utama cuaca ekstrem masa kini adalah kombinasi pemanasan laut, variabilitas iklim global, dan perubahan pola curah hujan akibat perubahan iklim. Adapun riset menggunakan metode jaringan iklim dan

“complexity approach” menunjukkan bahwa 2025 diprediksi sebagai tahun dengan kondisi ENSO netral tetapi dengan fluktuasi matahari dan suhu laut global yang mempengaruhi intensitas cuaca ekstrem di banyak wilayah tropis (Alizadeh, 2024; Estrada, Perron and Yamamoto, 2025).
Karena itu, hipotesis “pemicu tambahan manusia” tetap berada di ranah spekulatif, namun layak dijadikan objek penelitian, bukan klaim fakta.

Mengapa Kita Harus Terbuka terhadap Diskusi Ini?

Peristiwa 2025 di Sumatra menunjukkan bahwa meskipun penyebab utamanya alami, konsekuensinya manusiawi, yaitu jutaan orang terdampak, ribuan korban, kerugian ekonomi ratusan triliun rupiah. Di tengah krisis seperti itu, munculnya hipotesis bahwa manusia mungkin memiliki kontribusi terhadap kerawanan sistem alam harus dilihat dengan serius, bukan diremehkan atau dianggap tabu.

BACA JUGA:Polresta Cirebon Gelar Rapat Koordinasi Persiapan Pengamanan NATARU

Artinya, perlu ada:
•    Penyidikan ilmiah independen terhadap kemungkinan “interaksi manusia–alam” dalam fenomena cuaca ekstrem;
•    Transparansi riset atmosfer dan ionosfer, terutama jika dikelola institusi dengan latar militer;
•    Dialog internasional untuk memperkuat regulasi lingkungan, penelitian, dan mitigasi bencana agar spekulasi tidak memunculkan ketakutan tanpa dasar, tetapi tetap membuka ruang kajian.
Jika tidak, ketidakpastian akan terus melahirkan teori konspirasi, polarisasi publik, dan potensi misinformasi, padahal yang dibutuhkan adalah respons kolektif berdasarkan sains, mitigasi risiko, dan keadilan ekologis.

Doktrin Intelijen untuk Penyelidikan Bencana Hidrometeorologi

Dalam penyelidikan bencana hidrometeorologi seperti Siklon Tropis Senyar, peran intelijen negara mencakup serangkaian tugas teknis yang saling terhubung. Prosesnya dimulai dari kemampuan early warning intelligence, yaitu mengumpulkan dan membaca indikator dini berupa anomali suhu permukaan laut, tekanan atmosfer, pola angin lintas negara, serta aktivitas atmosfer regional yang dapat berkembang menjadi risiko strategis.

Pada saat yang sama, fungsi scientific–technical intelligence bekerja memastikan bahwa seluruh data meteorologi, laporan ilmiah, dan hasil pemantauan satelit dari berbagai lembaga internasional diverifikasi secara silang, sambil menelaah apakah terdapat aktivitas teknologi atau eksperimen atmosfer yang terlapor secara publik maupun tidak langsung.

Dimensi keamanan lingkungan kemudian menjadi bagian penting dalam analisis, karena bencana berskala besar selalu berimplikasi pada stabilitas nasional, yaitu mulai dari pergerakan penduduk, gangguan logistik dan pangan, hingga kerentanan infrastruktur kritis. Dalam situasi seperti ini, intelijen juga bertugas menilai apakah terdapat upaya memanfaatkan bencana untuk keuntungan pihak tertentu.

BACA JUGA:FEB UGJ Kolaborasi dengan Baznas Galang Donasi untuk Korban Bencana Sumatera

Pada tahap investigasi, intelijen negara perlu mengembangkan kerangka analisis multi-skenario yang memeriksa berbagai kemungkinan tanpa prasangka. Skenario dasar yang harus diuji terlebih dahulu adalah dinamika alamiah, mencakup evaluasi kondisi laut dan atmosfer beberapa bulan sebelum peristiwa, dinamika monsun, fenomena ENSO dan MJO, serta rekonstruksi presipitasi berbasis radar dan satelit.

Setelah itu, skenario kedua menyelidiki pengaruh antropogenik tidak langsung seperti pemanasan global, aerosol industri, serta degradasi lingkungan yang memperberat dampak banjir dan longsor. Hanya setelah dua skenario tersebut ditelaah dengan tuntas, barulah ruang analisis dibuka untuk skenario ketiga, yakni kemungkinan adanya “pemicu tambahan” yang bersifat hipotetik.

Skenario ini tidak berangkat dari asumsi tentang teknologi pengendali cuaca, tetapi lebih pada kajian apakah aktivitas manusia tertentu, misalnya eksperimen ionosfer atau pelepasan polutan intensif, yang secara teoritis dapat memodifikasi kondisi atmosfer lokal yang sudah rapuh. Evaluasinya tetap berbasis sains melalui penelusuran OSINT, pencocokan waktu kejadian dengan data radiasi atau aktivitas riset atmosfer global, dan verifikasi bahwa teknologi manusia saat ini tidak memiliki kapasitas untuk menciptakan atau mengarahkan siklon tropis, meski pengaruh minor terhadap kondisi lokal tidak sepenuhnya dapat dikesampingkan tanpa penelitian lanjutan.

Untuk menilai ketiga skenario tersebut, metodologi intelijen harus mengintegrasikan pengumpulan data lintas disiplin, mulai dari SIGINT meteorologi dan pemantauan satelit, hingga data terbuka ilmiah dan wawancara pakar.

Analisisnya kemudian dilakukan melalui rekonstruksi forensik meteorologi, kajian atribusi terhadap faktor-faktor pemanasan laut dan perubahan penggunaan lahan, serta red teaming guna menguji integritas data dan menghindari bias internal.

BACA JUGA: Cara Mudah Buka Rekening BRI 2025, Cukup Siapkan KTP dan Setoran Awal

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait