Penampakan Kapal Al Zaytun yang Kini Disegel Satpol PP, Teknologinya Canggih Banget, Ukuran Jumbo

Penampakan Kapal Al Zaytun yang Kini Disegel Satpol PP, Teknologinya Canggih Banget, Ukuran Jumbo

Penampakan salah satu kapal Mahad Al Zaytun yang disegel oleh Satpol PP Indramayu.-Humas Satpol PP Damkar Indramayu-radarcirebon.com

INDRAMAYU, RADARCIREBON.COM - Mahad Al Zaytun sudah menyelesaikan pembangunan 2 kapal dengan ukuran jumbo, di PT Pelabuhan Samudra Biru Mangun Kencana yang berada di Desa Eretan Kulon, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu.

Dua kapal tersebut dibangun dengan ukuran 300 dan 600 gross ton dan diberi nama yang memiliki nilai historis bagi Syekh Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang dan sang istri atau yang akrab disapa Umi.

Secara historis, Kapal LKM-01 Gunung Surowidi diurus perizinannya atas nama Syekh Panji Gumilang.

Adapun nama kapal tersebut menggunakan gunung yang ada di Kecamatan Dukun, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.

BACA JUGA:Megahnya Galangan Kapal Al Zaytun yang Mau Bangun Bahtera Nabi Nuh, Kini Disegel Satpol PP Indramayu

"Itu sebetulnya gunung yang tidak terlalu gunung. Tapi, konon para wali yang dari Pantura itu, bertapa di sana mengasah batin," kata dia, saat taushiyah di Masjid Rahmatan Lil Alamin.

Karenanya, nama Gunung Surowidi tersebut memiliki nilai historis bagi Syekh Panji Gumilang. Sebab, di kaki gunung tersebut dirinya menghabiskan masa kecil.

"Waktu syekh kecil sering bersepeda mendekati gunung itu (Surowidi). Memang tidak terlalu tinggi," katanya.

Sedangkan untuk kapal kedua yakni Gunung Pulosari, dibangun syekh dan perizinannya atas nama umi. Nama gunung tersebut juga memiliki nilai historis.

BACA JUGA:Penyebab Timnas Voli Putri Indonesia Dihajar Vietnam di Final AVC Challenge Cup Dibongkar Alim Suseno

Yakni, tempat lahir dari istri syekh. Gunung Pulosari ada di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Di gunung ini, konon ada peristiwa bersejarah yang melibatkan putera Sunan Gunung Jati, Maulana Hasanuddin.

Diriwayatkan bahwa dulu di Gunung Pulosari masyarakat setempat menentukan pilihan hendak menjadi pengikut Maulana Hasanuddin dan memeluk Islam atau tidak.

Mereka yang tidak mau ikut dalam kepercayaan Maulana Hasanuddin lantas memisahkan diri dan mendiami suatu wilayah hutan.

Hingga saat ini, masyarakat Kanekes masih mempertahankan tradisi dan hidup di pedalaman dengan keyakinan ala Prabu Siliwangi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: