Petrus, Kisah Kelam Orde Baru, Bertato Saja Sudah Cukup Jadi Alasan Dihabisi Nyawanya
Petrus salah satu kisah kelam di Pemerintahan Orde Baru.-Joko Anwar/Twitter/Ist-radarcirebon.com
BACA JUGA:Peramal 'Sakti' Prediksi Pertandingan Persebaya vs Persib, Ini Hasilnya
Berita di koran-koran yang terbit pada masa itu pun hampir seluruhnya menampilkan penemuan mayat-mayat bertato dengan dada atau kepala berlubang ditembus peluru.
Dalam sehari, di berbagai kota, hampir dapat dipastikan ada mayat-mayat dalam keadaan tangan terikat atau dimasukan ke dalam karung yang digeletakkan begitu saja di emperan toko, bantaran kali, dan di semak-semak.
Berdasarkan pemberitaan media massa yang terbit pada saat itu, sejak awal Januari 1983 Kodam Jaya telah memulai operasi pemberantasan kejahatan dengan nama “Operasi Celurit”.
Dalam operasi itu, Kodam Jaya berada langsung di bawah komando Pangkopkamtib Sudomo.
BACA JUGA:Geger, Belum Satu Bulan Menikah Fitri Sandayani Hilang Misterius
Menurut keterangan Soedomo pada Sinar Harapan, 27 Juli 1983 operasi itu tidak hanya ditujukan untuk menindak pelaku kejahatan, melainkan juga untuk menginventarisasi nama-nama pelakunya.
Berita-berita yang terbit di media massa dihiasi silang pendapat. Kepala Bakin Yoga Soegama menyatakan tak perlu mempersoalkan para penjahat yang mati secara misterius.
Sementara itu mantan Wapres H Adam Malik angkat bicara dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap aksi penembakan misterius.
“Jangan mentang-mentang penjahat kerah dekil langsung ditembak, bila perlu diadili hari ini langsung besoknya dieksekusi mati. Jadi syarat sebagai negara hukum sudah terpenuhi,” ungkap Adam Malik.
BACA JUGA:Ada 22 Kebisaan Menjijikkan Wanita yang Jarang Diketahui Pria, Ternyata Oh Ternyata!
“Setiap usaha yang bertentangan dengan hukum akan membawa negara ini pada kehancuran,” kecam Adam Malik.
Persoalan Petrus yang semula dilakukan secara rahasia lambat laun tersebar di masyarakat. Bahkan mendapatkan perhatian dari dunia luar.
Sejumlah organisasi, antara lain Amnesti Internasional, menyoal pembunuhan yang sadistis itu. Namun surat Amnesti Internasional dianggap sepi oleh pemerintah.
Yoga Sugama menilai pembunuhan terhadap preman merupakan kepentingan yang lebih besar daripada mempersoalkan penjahat yang mati misterius.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: