Sebabkan DSA Tewas, GRT Harus Dijerat dengan Pasal 338 KUHP
Gregorius Ronald Tannur (GRT) resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Polrestabes Surabaya atas kasus penganiayaan DSA yang merupakan kekasihnya hingga meninggal dunia.-Tangkapan layar-
Kemudian, lanjut dia, dengan kondisi kesadaran dan aktivasi kontrol sedemikian rupa, patut diduga bahwa GRT pun mampu untuk sampai pada pemikiran bahwa ia akan melakukan perbuatan yang dapat menewaskan korban.
BACA JUGA:Resmi, Dumas SYL Soal Dugaan Pemerasan Pimpinan KPK Ststusnya Dinaikkan Menjadi Penyidikan
Dengan kata lain, diperkirakan bahwa pada waktu itu di kepala GRT sudah muncul pemikiran atau imajinasi tentang kematian korban.
"Pada momen ketika pemikiran atau imajinasi kematian DSA itu muncul dalam benak GRT, maka dapat ditafsirkan lengkap alur perbuatan GRT di mana perilaku kekerasan bereskalasi dan disertai dengan imajinasi tentang kematian sasaran," ujarnya.
Oleh karenanya, berdasarkan kronologis di atas sepatutnya Polrestabes Surabaya mendalami kemungkinan penerapan Pasal 338 KUHP terhadap tersangka
Karena, kalau hanya menerapkan Pasal 351 ayat (3) KUHP dan atau Pasal 359 KUHP dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.
BACA JUGA:Persib Bandung Menangkan Duel Klasik dengan Persebaya Surabaya, David da Silva Sumbang 2 Gol
Itu berarti, GRT sebatas ditersangkakan sebagai pelaku penganiayaan dan atau kelalaian yang mengakibatkan korbannya meninggal dunia.
Untuk menerapkan Pasal 338 itu, kata Reza, yang perlu diselidiki oleh penyidik adalah ada tidaknya kontrol diri pada tersangka
Yang perlu diselidiki adalah ada tidaknya kontrol diri sebagai perwujudan kesadaran GRT," kata Reza.
Untuk memastikannya, kata Reza perlu ditemukan pola terjadinya kekerasan, diantaranya pola eskalasi perilaku kekerasan GRT terhadap sasaran (DSA).
Selain rentang waktu kekerasan secara keseluruhan, cek pula interval antara episode kekerasan yang satu dan lainnya.
BACA JUGA:Apresiasi Nasabah, BRI Bagi Hadiah Undian Promo di Pasar Tanah Abang
Melakukan pemeriksaan ponsel guna memantapkan ada tidaknya pesan atau komunikasi yang menggenapi eskalasi kekerasan GRT terhadap DSA.
"Maaf, periksa apakah DSA dalam keadaan hamil atau kondisi-kondisi fisik lainnya yang bisa menjadi pretext bagi GRT untuk melenyapkan DSA," kata Reza.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: reportase