Haul Gusdur Ke-14 di Cirebon, Angkat Tema Momentum Meneladani Budaya Etika Demokrasi
Haul Ke-14 Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, pada Jumat (2/2/2024) malam, ada tema khusus yakni "Meneladani Budaya Etika Demokrasi Gusdur" -Ist-radarcirebon
RADARCIREBON.COM - Dalam acara Haul Ke-14 Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, pada Jumat (2/2/2024) malam, ada tema khusus yakni "Meneladani Budaya Etika Demokrasi Gusdur" yang bertujuan untuk menjadi momentum menuntut etika calon dan wakil presiden, para kandidat, hingga penyelenggara Pemilu 2024. Tanpa etika, demokrasi tidak akan berfungsi.
”Pentingnya kita mengawal Pemilu dengan terus mengedepankan etika dan menuntut etika dari para kandidat. Tidak cuma capres, cawapres, tetapi juga kandidat anggota legislatif. Kita menuntut etika dari penyelenggara pemilu. Kita menuntut etika dari pengawas pemilu. Kita menuntut etika penegak hukum,” ujar Anita Wahid, putri ketiga Gus Dur, dalam orasi kebangsaannya.
Hal senada juga di sampaikan dalam orasi kebangsaan acara Haul Gusdur ke 14, yang bertempat kegiatan di Kantor Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Cirebon itu juga diisi refleksi anak muda tentang etika demokrasi, tahlil, hingga doa lintas iman. Turut hadir Bupati Cirebon Imron Rosyadi, Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Cirebon KH Wawan Arwani, para ulama, dan pendeta.
Dalam hal etika berdemokrasi sangat penting dalam menghadapi Pemilu 2024, terlebih lagi banyak pelanggaran etika yang sudah terjadi. Etika yang ia maksud adalah pedoman bagi seseorang untuk menyadari apakah tindakannya baik atau buruk serta benar atau salah.
BACA JUGA:Hasil Simulasi, Rentang Waktu Pemungutan Suara Pemilu 4-7 Manit
"Etika itu bertanya kepada diri sendiri, apakah langkah saya ini untuk kemaslahatan atau bukan?” ungkap aktivis antikorupsi ini.
Adapun demokrasi, lanjutnya, merupakan sistem pemerintahan yang memungkinkan setiap orang setara, terlepas dari agama, suku, hingga jabatannya. Namun, kata Anita, demokrasi tidak hanya mewujud pada hak suara setiap warga dalam pemilu. Demokrasi juga adalah perlindungan bagi kelompok rentan yang kerap dipandang sebagai minoritas.
Dalam konteks etika demokrasi, lanjutnya, demokrasi harus berjalan etis. Artinya, setiap pengambilan kebijakan harus mempertimbangkan baik dan buruknya serta benar dan salahnya keputusan itu. ”Kalau sekarang kita dipertontonkan dengan pemilu di mana ada berbagai macam pelanggaran etika, maka wajib kita keberatan,” ungkapnya.
Sejumlah tokoh lintas iman menyampaikan doa secara bergiliran dalam peringatan puncak Haul Ke-14 Gus Dur di Kantor Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Jumat (2/2/2024) malam.
BACA JUGA:440 PNS Handal Dibidangnya Bakal Pensiun, Begini Kata Bupati Imron
Anita tidak merinci pelanggaran etika menjelang Pemilu 2024. Namun, awal November 2023 lalu, Majelis Kehormatan MK menyatakan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi. Hal itu terkait Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/223 soal syarat usia capres dan cawapres.
Putusan itu membolehkan warga di bawah 40 tahun maju sebagai capres atau cawapres dengan catatan pernah atau masih menduduki jabatan dari pemilu sebelumnya.
Putusan ini membuka jalan bagi Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo, menjadi cawapres pendamping capres nomor urut 2, Prabowo Subianto.
"Kita bisa melihat dan menilai bahwa demokrasi yang tidak beretika bisa berbahaya bagi bangsa Indonesia. Sebab, pemimpin tanpa etika tidak memiliki panduan untuk mengerem tindakannya untuk berbuat buruk. Kondisi ini bisa berujung pada intimidasi kelompok tertentu hingga korupsi. ”Kalau ada yang bilang etika ndasmu, itu enggak bisa (diterima),” ucap Anita.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: