Hanya Tangani Milik Foke
Kejaksaan Segera Panggil Sejumlah Kepala Daerah JAKARTA - Sejumlah laporan rekening gendut mantan dan kepala daerah aktif ternyata tak semuanya ditindaklanjuti KPK. Lembaga antirasuah itu hanya mendalami rekening mencurigakan milik mantan Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo alias Foke. Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja mengatakan pihaknya hanya menindaklanjuti rekening yang terkait Fauzi Bowo. “Foke yang kita dalami, yang lain ditangani kejaksaan. Kita baru pendalaman belum ke penyelidikan,” ujar pejabat asal Jakarta itu. KPK masih mempelajari laporan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) dan mendalami asal muasal rekening gendut milik Foke. “Kalau memang perlu kami akan panggil untuk mengetahui bagaimana proses uang itu dan pertanggungjawabannya bagaimana,” kata Adnan. Menurut Adnan, Foke berhak mengklaim rekeningnya tidak ada masalah. Namun laporan PPATK tentu tidak bisa didiamkan oleh KPK. Oleh karena itu, pendalaman terkait perusahaan dan upaya penyamaran dana tengah dilakukan. Sebelumnya, PPATK memang mengirimkan data rekening gendut sejumlah mantan dan kepala daerah aktif ke penegak hukum. Kejaksaan Agung mendapatkan tugas paling banyak untuk menelusuri sejumlah rekening gendut kepala daerah. Pengusutan rekening gendut oleh KPK dan Kejaksaan tampaknya mulai membawa ketakutan di kalangan DPR. Salah satunya yang mempermasalahkan hal tersebut ialah Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Dia menyebut upaya itu menerabas privasi dari sejumlah pejabat. Politisi PKS itu mengatakan memeriksa orang dari besarnya jumlah rekening yang dimiliki itu belum bisa dijadikan landasan orang tersebut bersalah. Sebab, uang yang dimiliki orang tersebut belum tentu dari hasil korupsi. Dia mencontohkan seorang politisi. Menurut dia, seorang politisi kadang juga menjadi pengusaha. Pasalnya seorang politisi tidak dilarang untuk berbisnis. “Sehingga selain mendapatkan gaji dari dewan, dia juga mendapatkan uang dari bisnisnya,” terangnya. Lanjut Fahri, seharusnya Kejaksaan dan KPK fokus dalam perbaikan kinerjanya. Dia mencontohkan kejaksaan agung yang memiliki jaksa sebanyak 23 ribu namun sampai kini kinerjanya masih buruk. “Harusnya mereka perbaiki kinerja penegakan hukum dari Sabang sampai Merauke,” paparnya. Fahri pantas panas dingin dengan penelusuran rekening gendut sejumlah kepala daerah. Pasalnya namanya juga pernah disebut dalam sidang korupsi kasus Hambalang. Fahri disebut pernah menerima uang dari mantan bendahara umum Partai Demokrat, M Nazaruddin. Hal tersebut terungkap ketika mantan anak buah Nazaruddin, Yulianis bersaksi dalam persidangan Anas Urbaningrum. Yulianis mengatakan perusahaannya pernah mengucurkan dana sebesar USD 25 ribu pada Fahri. Sementara Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) Widyo Pramono menjelaskan, pihaknya berupaya mempercepat proses hukum untuk delapan kepala daerah aktif dan non aktif yang memiliki rekening gendut tersebut. Buktinya, saat ini sudah ada kepala daerah yang kasusnya sampai tingkatan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. “Semuanya akan ditangani dan harapannya dalam waktu dekat bisa terus ditingkatkan statusnya,” jelasnya. Rencananya juga akan ada pemanggilan pada sejumlah kepala daerah tersebut. Dia menuturkan bahwa kalau penyidik dirasa membutuhkan keterangan kepala daerah, tentu akan ada pemanggilan. “Pasti nanti akan ada pemanggilan,” paparnya. Sementara sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Kejagung Tony Spontana menuturkan, delapan kepala daerah terdiri dari tiga gubernur dan lima bupati. Yang pasti ada gubernur dan bupati aktif, serta non aktif yang terdeteksi. “Kami mengusutnya sesuai laporan PPATK,” terangnya. Soal siapa saja kepala daerah tersebut, dia mengaku belum bisa mengungkapkan secara keseluruhan. Yang pasti ada satu mantan gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam yang kasusnya naik di tingkat penyidikan. “Itu untuk gubernur,” jelasnya. Untuk lima bupati, salah satu kasusnya telah sampai pada tingkat penuntutan. Yakni, Bupati Klungkung, Bali I Wayan Candra. Dia mengatakan, pihaknya akan berupaya keras mengungkap temuan PPATK tersebut. “Semua akan diungkap secepatnya,” paparnya. Soal berapa angka transaksi mencurigakan yang terdeteksi, Kejagung tidak ingin gegabah. Tony menjelaskan, angka tidak bisa disebut untuk menghindari kesalahan. Jika, semua sudah dipastikan, baru bisa diumumkan. “Perlu pengkajian terlebih dahulu, misalnya ada transfer sebesar Rp100 juta. Apakah itu transaksi mencurigakan atau malah hanya pembayaran hutang dari orang lain. Itu perlu dibuktikan,” jelasnya. Yang pasti, setelah bukti kuat dikumpulkan penyidik Kejagung, tentunya kasus tersebut akan ditingkatkan. Sehingga, bisa diungkap siapa yang benar dan salah di pengadilan. “Kalau sudah cukup ya, langsung saja,” jelasnya. Kejadian adanya transaksi mencurigakan dari delapan kepala daerah baik aktif dan non aktif ini menunjukkan adanya kelemahan pengawasan. Karena itu Kejagung akan berupaya mengawasi lebih ketat. “Di daerah, potensi korupsi terus meningkat,” ujarnya. (gun/aph/idr)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: