Makanan dan Obat-obatan Makin Menipis

Makanan dan Obat-obatan Makin Menipis

\"WEBBANDUNG - Memasuki hari ketujuh banjir Bandung Selatan, berbagai penyakit mulai dirasakan ratusan warga korban banjir di Kampung Bojongcitepus RW 09, Desa Cangkuang Wetan, Kecamatan Dayeuhkolot. Mereka mengeluhkan minimnya bantuan logistik dan kesehatan. Salah seorang warga Kampung Bojongcitepus, Deden (22) mengatakan, ketinggian air di permukiman mereka mencapai 3,5 meter. Sehingga sebagian besar warga masih bertahan di beberapa titik pengungsian. “Air tak kunjung surut karena memang hujan terus. Sekarang warga banyak yang mulai terserang gatal-gatal, diare, demam, pusing, flu,” kata Deden, Kamis (25/12). Deden menjelaskan, warga yang masih bertahan di pengungsian saat ini sangat membutuhkan bantuan pelayanan kesehatan dan makanan. Saat ini, kata dia, bantuan seperti makanan dan obat-obatan memang ada, namun terbatas. Sehingga tak jarang ada warga yang tak kebagian bantuan. “Sedangkan untuk mendatangi tempat posko kesehatan aksesnya cukup sulit, terutama untuk warga yang masih bertahan di rumahnya,” jelas Deden. Kondisi sama dirasakan warga RW 4 dan RW 5 Kampung Bojongasih Desa/Kecamatan Dayeuhkolot. Warga di beberapa titik pengungsian mengeluhkan kurangnya bantuan makanan dan obat-obatan. Berbagai penyakit pun mulai diderita warga. “Bantuan makanan dan obat-obatan memang ada. Cuma banyak yang tidak kebagian karena tidak merata pembagiannya,” ujar salah seorang warga Bojongasih, Aisyah (24). Aisyah menambahkan, matinya aliran listrik juga cukup menyulitkan keadaan, terutama saat malam. Kepungan air dan gelapnya malam menambah penderitaan mereka. Banjir luapan Sungai Citarum juga menyulitkan mereka untuk menjalankan aktvitas sehari-hari. Seperti bekerja, sekolah dan keperluan lainnya. Karena akses menuju berbagai tempat tertutup banjir. “Saya juga sudah tiga hari tidak masuk kerja. Untungnya atasan di kantor bisa memaklumi. Kalau anak-anak sekolah untungnya sudah masuk musim libur,” katanya. Sementara itu, walaupun banjir menggenang, Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GBIP) PNIEL Yudha Wyograha, Komplek Yon Zipur 3, Kampung Bojongasih ,Desa Dayeuhkolot, Kecamatan Da­yeuhkolot Kabupaten Bandung tetap menggelar Natal. Di gereja tersebut, air menggenang di dalam gereja setinggi betis orang dewasa atau sekitar 30 sentimeter. Walaupun demikian, tidak menyurutkan para jemaat untuk mengikuti prosesi ibadah Natal. Bahkan puluhan orang mengikuti ibadah Natal yang dimulai pukul 10.00 pagi tersebut. Tidak hanya itu, perjuangan jemaat Gereja tersebut untuk mengikuti prosesi ibadah Natal di Gereja cukup sulit. Para jemaat yang berasal dari sekitar Banjaran, Baleendah dan Bojongsoang harus menembus banjir. Sebab, semua akses jalan menuju Dayeuhkolot nyaris terputus karena tergenang banjir. Loize Lory Leppong (48), warga Griya Prima Asri, Baleendah harus bersusah payah untuk bisa mengikuti ibadah Natal di Gereja GPIB PNIEL Yudha Wyograha. Dia terpaksa meninggalkan mobilnya di Bojongsoang karena mogok setelah menembus banjir yang menggenangi jalan tersebut. “Mobil saya mogok setelah mene­robos banjir, akhirnya saya jalan kaki. Biasanya dari ru­mah ke Gereja hanya butuh waktu 10 menit, sekarang dua jam, soal­nya macet parah,” tutur Loize, Kamis (25/12). Setelah sampai di Gereja tempatnya biasa beribadah, kesedihan kembali dirasakan. Pasalnya, gereja tersebut tergenang banjir sehingga memaksa para jemaat beribadah Natal di tengah genangan banjir. “Kondisi seperti ini memukul hati saya. Tapi saya bersyukur karena jemaat lain khidmat mengikuti Natal walaupun di tengah banjir. Bahkan kami harus susah payah untuk sampai di gereja ini karena jalan tergenang banjir,” katanya. Cerita lainnya diungkapkan Gerson Bianome (51), warga Kampung Babakan Leuwi Bandung, RT 02/01, Kelurahan Citereup, Kecamatan Dayeuhkolot. Bapak lima anak ini rumahnya kena banjir sampai setinggi leher. Selama banjir menggenang rumahnya dia masih bertahan. Dengan rumah yang kebanjiran, dia beserta istrinya harus berenang dulu sebelum sampai ke Gereja untuk mengikuti prosesi ibadah Natal di Gereja. “Saya dan istri tadi be­renang dan menyusuri gang yang terendam banjir. Kalau anak-anak tidak ikut kare­na mengungsi di tempat sau­dara,” tutur pria berkumis ini. Dia berenang sejauh 350 meter untuk sampai di Jalan raya, setelah itu dia bersama istrinya berjalan kaki melewati jalan yang tergenang banjir. “Saya bersyukur masih bisa ikut merayakan Natal di Gereja, walaupun kondisinya begini. Kami juga membawa baju ganti karena baju pada basah semua, kami berganti pakaian di Gereja. Bencana banjir merupakan ujian. Hal tersebut semakin menguatkan iman,” ucap Gerson. (mld)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: