PDIP Merasa Jadi Korban

PDIP Merasa Jadi Korban

\"\"Penegakan Hukum Tebang Pilih JAKARTA-PDI Perjuangan menilai proses penegakan hukum, khususnya terkait kasus korupsi, masih tebang pilih. Sebagai partai yang memilih berada di luar pemerintahan, PDIP merasa kader-kadernya banyak menjadi sasaran tembak kasus hukum, selama ini. Sekjen DPP PDIP Tjahjo Kumolo mengungkapkan, dari ratusan kepala daerah di seluruh Indonesia yang sedang diproses hukum terkait dugaan kasus korupsi, kadernya paling mendominasi, hingga saat ini. “Kami tidak mempermasalahkan kalau memang mereka salah, tapi penegakan hukum itu kan seharusnya fair,” sesal Tjahjo, dalam acara Catatan Hukum 2011 PDI Perjuangan, di Jakarta, kemarin (28/12). Dia lantas menunjuk salah satu kasus dugaan korupsi yang menimpa salah satu mantan kadernya yang kemudian pindah ke partai lain. “Contohnya yang di Semarang, setelah pindah partai, kasusnya lantas seperti mandeg tak jelas kelanjutannya,” sindirnya. Meski tak menunjuk secara jelas, mantan kader PDIP di Semarang yang terlibat kasus korupsi diperkirakan adalah Mantan Walikota Semarang Sukawi Sutarip. Dia yang diduga melakukan penyimpangan APBD 2004 senilai Rp5 miliar itu, kemudian memilih hijrah ke Demokrat pada 2006. Hal tersebut, lanjut dia, berbeda jika dugaan kasus korupsi yang ada melibatkan kader partainya. Aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian, kejaksaan, hingga KPK, terkesan lebih bersemangat. Bahkan, menurut dia, beberapa kasus hukum yang melibatkan kadernya terkesan dipaksakan. “Ibaratnya, saya dituduh mengambil jam tangan, tapi pemilik jam tangan tidak pernah merasa jam hilang atau dicuri, tapi ya saya tetap diproses,” imbuh Tjahjo. Di tempat yang sama, Ketua DPP Bidang Hukum dan HAM Trimedya Panjaitan menambahkan, daftar ketidakjelasan komitmen penegak hukum, masih sangat banyak lagi. “Misal, bupati di Bekasi dan Subang itu langsung diproses cepat karena dari partai di luar pemerintah. tapi Wali Kota Medan diperiksapun belum pernah,” imbuh Trimedya. Padahal, lanjut anggota Komisi III tersebut, Wali Kota Medan Rohudman Harahap, sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak setahun lalu. “Apa hanya karena dia Dewan Pembina Partai Demokrat Sumatera Utara” sindirnya, kembali. Kondisi yang sama, kata Trimedya, juga terjadi pada penanganan kasus-kasus besar. Beberapa kasus yang diduga berhubungan dengan kekuasaan, seperti kasus Bank Century, ataupun mafia suara pemilu, juga terkesan terkesan tidak jelas ujungnya. “Polri, Kejaksaan dan KPK masih punya kegamangan,” katanya. Dia lantas menantang, agar aparat penegak hukum kedepan berani menjawab keraguan public tersebut. Mulai dari kepolisian,  kejaksaan, hingga KPK harus bisa lepas dari kegamangan yang ada. Kepolisian, misalnya, harus bisa segera menuntaskan kasus dugaan pemalsuan surat keputusan Mahkamah Konstitusi, yang diduga melibatkan politisi Partai Demokrat Andi Nurpati. Sebab, informasi didapat Trimedya, penyidik Mabes Polri sebenarnya merasa sudah memiliki bahan yang matang untuk meningkatkan status saksi Andi Nurpati, menjadi tersangka. “Begitulah keadaan dan faktanya, tetapi jika mereka menangani kasus-kasus yang menyangkut dari partai di luar kekuasaan, kasus cek pelawat misalnya, mereka sangat cepat merespon,” imbuhnya. (dyn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: