Selain Patok Threshold 25 Persen, Golkar Juga Minta Ini

Selain Patok Threshold 25 Persen, Golkar Juga Minta Ini

JAKARTA- Tarik menarik kepentingan antar partai pemerintah dan non pemerintah di dalam pembahasan RUU Pemilu makin alot. Sekjen DPP Partai Golkar Idrus Marham tidak menampik hal itu dan mengakui kalau pembahasan lima isu krusial menjadi penyebab kemoloran itu. Idrus berharap setiap partai menjalankan prinsip saling memberi dan menerima dalam pembahasan RUU Pemilu secara bijak dan proporsional. Hanya dengan kesepahaman bersama, lima isu krusial itu dapat segera diambil kesepakatan. ”Dalam dunia politik itu kan take and give. Dalam dunia komunikasi politik itu jangan cuma mau di posisi statis. Kan harus sama-sama,” ujar Idrus, lantas tersenyum. Idrus menyatakan, pihaknya siap mengakomodasi sistem pemilu terbuka sebagaimana yang diminta mayoritas parpol. Partai Golkar juga rela komposisi kursi per dapil (distrik magnitude) ditetapkan pada kisaran 3–10 kursi. Namun, pada saat yang sama, pihaknya meminta partai lain bersedia mengakomodasi ambang batas presidential threshold (presshold) 20–25 persen. ”Presidential threshold 20–25 persen bagi Golkar itu, kalau bahasa aktivisnya, harga mati,” kata pria kelahiran Pinrang, Sulawesi Selatan, 14 Agustus 1962, tersebut. Idrus juga meminta sistem konversi suara tidak menggunakan sistem kuota hare seperti yang berlaku pada Pemilu 2014. Partai Golkar dalam hal ini menghendaki sistem yang digunakan adalah sainte-lague murni. ”Kadang ada satu kursi nilainya 250 ribu suara. Tapi, dengan kuota hare, pada dapil yang sama partai yang punya 15 ribu suara pun bisa dapat kursi. Ini kan tidak adil,” terang Idrus. (dms/JPG)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: