DPR Tolak Anggaran Kajian Pemindahan Ibukota

DPR Tolak Anggaran Kajian Pemindahan Ibukota

JAKARTA- Rencana pemindahan ibukota tampaknya sudah mulai dimatangkan pemerintah. Pemerintah dalam hal ini Kementerian PPN/Bappenas bahkan telah mengajukan tambahan anggaran Rp7 miliar dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2017 untuk mengkaji lebih komprehensif rencana pemindahan pusat pemerintahan tersebut. Namun,  rencana pemerintah tersebut tampaknya menemui kendala.  Anggota dewan tidak sepakat dengan pengajuan anggaran tambahan tersebut.  Dalam rapat kerja Komisi XI DPR dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, diputuskan untuk menunda alokasi anggaran untuk visibility study pemindahan ibukota tersebut. ”Anggaran Kementerian PPN yang semula Rp1.360,8 miliar,  mengalami perubahan Rp1,8 miliar yang terdiri dari efisiensi.  Sehingga anggarannya menjadi Rp1.358,9 miliar,” jelas Wakil Ketua Komisi XI DPR Supriyatno  di Gedung DPR. Dalam rapat kerja tersebut, beberapa anggota Komisi XI memang menyatakan keberatannya terhadap tambahan anggaran Rp7 miliar tersebut.  Diantaranya Refrizal, anggota fraksi PKS ini menuturkan,  kajian pemindahan ibukota yang belum jelas tersebut,  justru membuang waktu dan energi pemerintah.  Begitu juga dengan anggota fraksi PPP Elviana yang menilai pemindahan ibukota ke luar Jawa justru memakan anggaran yang sangat besar.  ”Perihal pemindahan ibukota,  darimana anggarannya.  Di Malaysia itu pindahnya hanya ke Putrajaya,  tidak sejauh di Indonesia,” jelas Elviana. Wakil Ketua Komisi XI DPR Hafisz Tohir  menuturkan,  alokasi kajian pemindahan ibukota tersebut sebaiknya dianggarkan tahun depan.  Penundaan tersebut dilakukan karena pemindahan ibukota dinilai tidak mendesak.  Pihaknya meminta supaya pemerintah lebih fokus dalam masalah-masalah yang tingkat urgensinya lebih tinggi seperti masalah pengentasan kemiskinan. ”Kita kan tahu hari ini rakyat tidak berhasil  mendapat beras miskin. Kenapa? ini kan harus kita selesaikan. Angka kemiskinan kita juga naik. Kalau kita bicara pemindahan ibukota, malu kita. Apa urgensinya,”jelasnya. Hafisz melanjutkan, soal pemindahan ibukota sebaiknya dikaji dahulu sebelum mengajukan anggaran.  Dia pun menyarankan,  dana kajian sebaiknya dibebankan pada pihak swasta.  \"Kalau memang mau pemerintah buat kajian ya suruh aja swasta. Saya inget kok konsorsiumnya pak Tommy Winata survei jembatan Jawa-Sumatera pakai anggaran sendiri  Rp300 miliar. Tidak ada keluar uang pemeirnah sedikit pun. Bisa. Artinya, kalau nanti jadi dibangun ya baru pemerintah turun tangan. Artinya ada yang mengerjakan dulu. Karena kita lihat urgensinya,\"imbuhnya. Sementara itu,  Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menuturkan pihaknya akan terus melakukan kajian,  sekalipun pengajuan dananya ditolak.  Dia menguraikan,  yang menjalankan kajian tidak hanya dari kementriannya sendiri,  namun juga dari Kementrian ATR dan Kementerian PUPR. ”Intinya kami akan tetap  lalakukan kajian tersebut karena kami tidak sendiri, kami kerjasama dengan kementerian-kementerian lain. Sehingga mungkin bisa dimanfaatkan resources di kementerian lain plus  di Bappenas sendiri sudah ada kajian sejak awal di  2017 mengenai kota baru,\"tuturnya. Sementara itu, Menteri PU BAsuki Hadimuljono  menuturkan, saat ini pihaknya belum merancang apapun yang berkaitan dengan pemindahan ibu kota. Sebab, belum bisa dipastikan apakah ibu kota akan benar-benar dipindah atau tidak. ’’Kalau memang oke, diputuskan (tahun ini), 2018 baru saya desain,’’ terangnya di kompleks Istana Keprtesidenan. Bila belum ada kepastian, maka pihaknya tidak memiliki dasar untuk merancang ibu kota baru tersebut. ’’Misalnya saja, tanggal 16 (Agustus) ini dipidatokan, kemudian ada masukan-masukan dan diizinkan oleh DPR, baru kami rancang,’’ lanjut mantan Dirjen tata Ruang Kementerian PU itu. Kementerian PUPR nantinya akan menjadi aktor utama bila pemindahan ibu kota jadi dilaksanakan. Selain membangun berbagai infrastruktur, Kementerian PUPR juga harus merancang tata ruang ibu kota baru tersebut agar bisa bertahan dalam jangka panjang. Mengingat pembangunannya juga multiyears, maka kementerian tersebut juga membuat rencana pembangunan tahunan. Hingga saat ini, Palangkaraya memang masih menjadi kandidat paling populer untuk dijadikan ibu kota baru Indonesia. Wacana Palangkaraya sudah muncul sejak era Presiden Soekarno. Sebab, kota tersebut dianggap paling aman, termasuk dari potensi bencana. Meskipun demikian, belakangan muncul wacana membuat kota mandiri di dekat Palangkaraya sebagai pusat pemerintahan baru. (ken/byu)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: