75 Ribu Ton Garam Impor Tiba 10 Agustus dari Australia

75 Ribu Ton Garam Impor Tiba 10 Agustus dari Australia

JAKARTA- Miris. Dalam waktu dekat, pemerintah segera mendatangkan 75 ribu ton garam bahan baku untuk mengatasi kelangkaan garam di tanah air. Jika sesuai rencana, garam akan tiba di tanah air pada 10 Agustus mendatang. Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan mengungkapkan bahwa kebutuhan garam konsumsi di dalam negeri saat ini sangat mendesak. Setelah melalui berbagai pertimbangan, keputusan impor diambil. “Pemerintah menugaskan PT Garam untuk melakukan importasi,” katanya di Jakarta kemarin (28/7). Pembahasan impor garam dilakukan lintas Kementerian dan Lembaga (KL) di bawah koordinasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi mengatakan bahwa garam impor akan tiba di tanah air melalui tiga pelabuhan yakni Ciwandan, Banten, Tanjung Perak, Surabaya, serta Belawan, Medan. Pria yang akrab disapa Tio tersebut mengungkapkan dua indokator menjadi acuan perhitungan kebutuhan garam nasional. Yakni industri pergaraman rakyat plus ketersediaan di PT Garam. Normalnya, dua sektor produsen garam tersebut mampu menghasilkan 2 sampai 2,5 juta ton garam setiap tahun atau 166 ribu ton setiap bulannya. Pada bulan Mei hingga Juli 2017 kemarin, stok nasional drop ke angka 63 ribu ton. “Ini kan sudah jauh sekali selisihnya, kita mesti segera ambil tindakan,” kata Tio. Tio menambahkan, saat ini produksi garam nasional memang lesu. Faktor utamanya cuaca yang tidak bisa diprediksi. Stok dari musim kemarau awal tahun lalu juga belum banyak membantu. Namun ia berharap, setelah Agustus 2017, produksi garam di tingkat petani akan berangsur-angsur pulih. Impor 75 ribu ton garam ini kata Tio adalah tahap pertama. “Kalau setelah Agustus membaik, mungkin tidak diterbitkan lagi ijin impor periode berikutnya,” katanya. Setelah tiba, proses distribusi mulai dari pelabuhan hingga ke end-user akan dikawal ketat oleh personel dari Bareskrim Polri. Dirtipideksus Bareskrim Kombes Pol Agung Setya berjanji mendampingi proses pengadaan garam ini. “Kami akan koordinasi dengan satgas pangan maupun Polda di daerah,” katanya. Dirut PT Garam Boediono mengungkapkan bahwa pihaknya sudah menghubungi beberapa produsen garam di Australia siang kemarin. “Di situ tersedia cukup, jaraknya juga dekat, jadi bisa lebih cepat pengadaanya,” ungkapnya. Garam yang diimpor adalah garam dengan kadar natrium klorida (NaCl) sebesar 97 persen. Garam impor ini nantinya akan diprioritaskan untuk Industri Kecil dan Menegah (IKM) yang mengkonsumsi garam di bawah 5 ton per minggu. Budi mendata, setidaknya ada 200 IKM di Jabar maupun di Jateng, dan 250 IKM di Jatim. Untuk harga sendiri, Boediono belum bisa memastikan. “Kami nunggu kabar lebih lanjut dari penyedia garam impor di Asutralia, semoga bisa lebih murah,” katanya. Seperti diketahui, industri garam lokal saat ini lagi naik daun. Harga jualnya mencapai Rp3.000 per kg. Bahkan di Indramayu harga garam bisa dijual dengan harga mencapai Rp6.000 per kilo. Tingginya harga garam saat ini karena stok yang tipis setelah tahun lalu sejumlah daerah penghasil garam mengalami penurunan produksi, akibat cuaca La Nina. Begitu pula di Kabupaten Cirebon, yang hanya bisa memproduksi 1.160 ton. Padahal, rata-rata produksi garam di Kabupaten Cirebon bisa mencapai 350 ribu ton per tahun. Hujan menjadi kendala utama bagi para petani garam untuk memacu produksi. \"Faktor musim tahun kemarin, total gak produksi. Di gudang, stok sudah gak ada,\" ucap Caridi salah seorang pengusaha tambak garam asal Desa Kertasura, Kecamatan Suranenggala, Kabupaten Cirebon. Di Kabupaten Cirebon, hanya ada satu wilayah yang memproduksi garam tahun lalu, yakni Kecamatan Pangenan. Industri garam lokal sebenarnya punya potensi. Kendalanya, terutama alasan faktor cuaca, dan fluktuasi harga yang tidak stabil. Harga garam kadang turun ke titik rendah Rp200-300/kg. Namun saat ini, peranan pemerintah dalam mengembangkan industri garam lokal masih belum optimal. Petani garam di Desa Bendungan, Kecamatan Pangenan, Imadudin (42) mengatakan meskipun saat ini produksi garam belum bisa maksimal akibat masih sering terjadi hujan dan panas matahari yang kurang konstan, namun perlahan-lahan para petani sudah bisa memanen garam. “Saya sudah 10 kali panen musim sekarang, total sekitar 10 ton yang saya hasilkan dari lahan seluas setengah hectare. Memang belum puncaknya karena panas juga belum maksimal,” ujarnya. Jika panas sudah normal, maka panen biasanya bisa dua hari sekali. Namun dengan kondisi cuaca yang belum maksimal, maka para petani harus menunggu setidaknya tiga sampai empat hari untuk bisa panen. “Kalau proses seluruhnya lama, bisa makan waktu dua minggu sampai sebulan, tergantung panas. Tapi ini sudah agak normal, kita sekarang tiga hari sekali panennya,” imbuhnya. Dalam sekali panen, pria yang akrab disapa Didin ini mengaku bisa mendapatkan untung sekitar 2,5 juta. Jumlah tersebut masih bisa bertambah jika panas musim kemarau sudah normal. Namun demikian, rencana pemerintah pusat yang sedang mengkaji kemungkinan mengimpor garam, tentu membuatnya gelisah. Pasalnya, sudah menjadi hukum alam jika stok langka, maka harga akan mahal. Namun jika stok melimpah, malah akan menggerus harga yang saat ini ada. “Ya otomatis anjlok, stok banyak malah garam kita yang tidak laku. Kalau ditanya setuju atau tidak, ya jelas saya tidak setuju. Lalu siapa yang akan menjamin harga garam di tingkat petani tidak merosot tajam,” ungkapnya. Menurut Imadudin, adalah sebuah ketidakadilan jika pemerintah tak memikirkan nasib petani jika memaksakan impor. Terlebih, petani garam jarang sekali mendapatkan bantuan maupun stimulan untuk meningkatkan hasil dan produksi garam. “Bantuan terpal membran hitam yang untuk dasar tambak garam itu saja sudah tiga tahun lalu, setelah itu boro-boro. Kalau pemerintah mengaku sering mengeluarkan program coba ditelusuri, macetnya di mana, tepat sasaran tidak?” paparnya. (tau/dri)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: